Pengertian Parameter Fisika dan Kimia di Perairan Estuarin
Karakteristik Parameter Fisika
Perairan Estuarin
Suhu
Suhu
suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut,
sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air.
Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika,
kimia, dan biologi di badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas,
reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi.
Selain itu, peningkatan suhu air juga mengakibatkan penurunan kelarutan
gas
dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4
(Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003).
Suhu
merupakan satu faktor yang sangat berperan dalam kehidupan dan pertumbuhan
organisme. Menurut
(Effendi 2003), secara umum kisaran suhu yang optimal bagi perkembangan
plankton di daerah tropis adalah 20ºC – 30ºC. (Kordi dan Baso, 2010) menyatakan kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di
perairan tropis adalah antara 28 oC – 32 oC, sedangkan
pada suhu 18 oC – 25 oC ikan masih mampu bertahan hidup
namun mengalami penurunan nafsu makan. Sementara di
bawah suhu tersebut ikan akan mengalami kematian di wilayah tropis, karena
kedinginan.
Bagi Bivalvia,
suhu merupakan salah satu faktor pengontrol tingkat pertumbuhan. Suhu sangat
besar pengaruhnya pada kehidupan kerang-kerangan terutama yang hidup di daerah yang mempunyai empat musim, namun di perairan tropis pengaruh suhu tidak begitu nyata karena fluktuasi suhu tidak besar. Kisaran suhu normal agar jenis kerang-kerangan dapat hidup di daerah tropis yaitu 20 oC
– 35 oC dengan fluktuasi tidak lebih dari 5 oC (Effendi
2003). Suhu
air di muara sungai lebih bervariasi dari pada
di perairan pantai di dekatnya. Variasi suhu air dapat dipengaruhi oleh kondisi
meteorologi, seperti curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara,
kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari (Nontji, 1993).
Suhu
air di daerah estuarin biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal
yang lebih besar daripada laut, terutama apabila estuarin tersebut dangkal dan
air
yang datang (pada saat pasang-naik) ke perairan estuarin tersebut kontak dengan
daerah
yang substratnya terekspos. Parameter ini sangat spesifik di perairan
estuarin. Ketika air tawar masuk ke estuarin dan bercampur dengan air laut, terjadi
perubahan suhu. Akibatnya suhu perairan di estuarin lebih rendah di musim dingin dan
lebih tinggi di musim panas dari pada
suhu air laut didekatnya. Skala waktu perubahan
suhu ini menarik karena dapat dilihat dengan perubahan pasang surut,
dimana
suatu titik tertentu di estuarin akan memperlihatkan variasi suhu yang besar
sebagai
fungsi dari perbedaan antara suhu air laut dan air sungai. Kenaikan
suhu di atas kisaran toleransi organisme dapat
meningkatkan laju metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi dan
aktifitas organisme.
Padatan
Tersuspensi Total
Padatan
tersuspensi total atau biasa disebut Total
Suspended Solid (TSS) adalah
material yang halus dalam air yang mengandung lanau, bahan organik,
mikroorganisme, limbah industri dan limbah rumah tangga yang dapat diketahui
beratnya setelah disaring dengan kertas saring berukuran 0,042 mm. Nilai
konsentrasi padatan tersuspensi total yang tinggi dapat menurunkan aktivitas
fotosintesa tumbuhan laut baik yang mikro maupun macro sehingga oksigen yang
dilepaskan tumbuhan air menjadi berkurang dan mengakibatkan ikan-ikan menjadi
mati (Murphy, 2007).
Padatan
tersuspensi total juga merupakan salah satu unsur material dalam sedimen selain
batuan, material biologi, endapan zat kimia, kumpulan debu dan partikel sampah,
tumbuhan, material daun, logam berat dan unsur jejak (Bent et al., 2001). Penentuan
padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan
buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan
domestik,
maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi
kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan
bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan.
Umumnya
padatan tersuspensi total yang ada di kolom air laut berasal dari daratan dan
bersama aliran sungai terbawa ke perairan laut sekitar muara dan selanjutnya
terbawa bersama pergerakan arus ke kolom air dan mengendap di dasar laut pada
lokasi perairan yang tenang. Pada
badan sungai, padatan
tersuspensi total umumnya lebih banyak dijumpai di dekat lapisan dasar akibat
pengaruh pergerakan masa air yang menggerus dasar sungai tersebut dan ditambah
dengan material yang mengendap di dasar sungai. Kandungan
padatan tersuspensi total di kolom air juga mempengaruhi penetrasi cahaya
matahari di perairan. Konsentrasi padatan tersuspensi total air laut yang
rendah menyebabkan daya tembus sinar matahari lebih besar dan sebaliknya
apabila konsentrasinya tinggi maka penetrasi cahaya tidak jauh menembus kolom
air laut (Dunton et al., 2003).
Menurut
Baku Mutu Kementerian Lingkungan hidup untuk padatan tersuspensi total di
perairan koral sebesar 20 mg/l. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
menyebutkan bahwa kandungan padatan tersuspensi total tidak boleh melebihi 400
mg/l.
Kecerahan
Kecerahan air tergantung
pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan
ukuran transparansi perairan,
yang ditentukan secara visual menggunakan
secchidisk. Nilai
kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan
cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi serta ketelitian
orang yang melakukan pengkuran (Effendi, 2003).
Kecerahan merupakan daya
penetrasi cahaya untuk menembus kedalaman laut. Apabila perairan keruh atau
kecerahan air rendah, maka penetrasi cahaya matahari akan berkurang akibat
sebagian besar dari cahaya tersebut diserap oleh partikel-partikel melayang
yang terdapat dalam kolom air (Taringan, 2009).
Kekeruhan menggambarkan
sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan
dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhanan
disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan
terlarut, maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan
mikoorganisme lain (Davis, 1995 dalam
Widiadmoko, 2013). Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar
perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity)
air. Kekeruhan air sangat berpengaruh pada
pertumbuhan biota budidaya.
Karakteristik Parameter Kimia
Perairan Estuarin
Salinitas
Salinitas
perairan menggambarkan kandungan garam dalam suatu perairan. Garam
yang dimaksud adalah berbagai ion yang terlarut dalam air termasuk garam
dapur
(NaCl). Pada umumnya salinitas disebabkan oleh 7 ion utama
yaitu: natrium (Na), kalium (K), kalsium (Ca),
magnesium (Mg), klorit (Cl), sulfat (SO4) dan bikarbonat
(HCO3). Salinitas dinyatakan dalam satuan gram/kg atau permil (0/00) (Effendi,
2003).
Fluktuasi
salinitas adalah merupakan kondisi umum dari daerah estuarin. Secara defenitif,
suatu gradien salinitas akan tampak pada saat tertentu, tetapi pola gradien
bervariasi,
bergantung pada musim, topografi estuarin, pasang-surut dan jumlah air
tawar
misalnya estuarin Sungai Donan salinitasnya 26,8 – 32,1 0/00,
dan Estuarin Percut Sei Tuan kisaran salinitasnya 0,50 –
10 0/00. Proses pergerakan massa air laut dan air tawar
menyebabkan terjadinya stratifikasi yang menjadi dasar
terjadinya klasifikasi estuarin berdasarkan salinitas. Gross
(1987), mengklasifikasi estuarin berdasarkan struktur salinitas yaitu:
(Soedradjad,
2003; Mutiah, 2007).
1. Estuarin
berstratifikasi sempurna atau estuarin baji garam (salt wedge estuary); jika aliran lebih besar daripada pasang surut
sehingga mendominasi sirkulasi estuarin.
2. Estuarin
berstratifikasi sebagian atau parsial (moderately
stratified estuary); jika
aliran sungai berkurang, dan arus pasang surut lebih dominan maka akan
terjadi
percampuran antara sebagian lapisan massa air.
3. Estuarin campuran
sempurna atau estuarin homogen vertical (well-mixed estuarines), jika aliran sungai kecil atau tidak sama sekali,
dan arus serta pasang surut besar, maka perairan menjadi
tercampur hampir keseluruhan dari atas sampai dasar.
Variasi
salinitas di daerah estuarin menentukan kehidupan organisme laut atau payau. Hewan-hewan
yang hidup di perairan payau (salinitas 0,5 – 30
0/00),
hipersaline (salinitas
40 – 80
0/00)
atau air garam (salinitas > 80
0/00),
biasanya mempunyai toleransi terhadap
kisaran salinitas yang lebih besar dibandingkan dengan organisme yang hidup
di
air laut atau air tawar.
Derajat Keasaman (pH)
Nilai
derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam
dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam
larutan
(Saeni, 1989). Effendi (2003) menyatakan bahwa derajat keasaman merupakan
gambaran
jumlah atau aktivitas ion hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH
menggambarkan
seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan
dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam,
sedangkan pH > 7
dikatakan kondisi perairan bersifat basa.
Masuknya limbah indutri dan rumah tangga ke perairan akan mempengaruhi derajat
keasaman ekosistem estuarin. Kebasaan perairan meningkat akibat adanya karbonat,
bikarbonat dan hidroksida. Adanya asam mineral bebas dan asam karbonat menyebabkan
tingkat keasaman perairan (Mahida, 1997)
Sebagian
besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH
sekitar 7 – 8,5 (Effendi, 2003). Nilai
pH juga dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia
dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh
H2S
yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan
nilai pH
rendah. Selain itu, pH juga mempengaruhi nilai BOD5,
fosfat, nitrogen dan nutrien lainnya
(Dojildo and Best, 1992).
2.1.5.3 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen
terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen
terlarut dalam perairan merupakan faktor
penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk
tumbuh dan berkembang. Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari
udara melalui proses difusi dan hasil proses fotosintesis fitoplankton pada
siang
hari. Faktor-faktor yang menurunkan kadar oksigen dalam air laut adalah
kenaikan
suhu, respirasi (khususnya malam hari), adanya lapisan minyak di atas
permukaan
laut dan masuknya limbah organik yang mudah terurai ke lingkungan laut.
Air
dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen terlarut menurun
di bawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan biota. Penyebab
utama berkurangnya kadar oksigen terlarut
dalam suatu perairan adalah adanya bakteri aerob dari
bahan-bahan buangan yang mengkonsumsi oksigen (Fardiaz, 1992).
Kandungan
oksigen terlarut dapat dijadikan indikator kualitas air sebagaimana diuraikan
pada Tabel 2.1, sedangkan menurut baku mutu air laut yang ditetapkan
oleh pemerintah tahun 2004 kandungan oksigen terlarut
yang yang sesuai untuk kehidupan biota perairan adalah > 5 mg/l.
Tabel 2.1. Kriteria Pencemaran
Perairan berdasarkan Kandungan Oksigen Telarut
Kandungan Oksigen Terlarut (mg/l)
|
Kriteria Kualitas Air
|
> 6,5
4,5
– 6,5
2 – 4,5
< 2
|
Tidak tercemar
Tercemar ringan
Tercemar Sedang
Tercemar Berat
|
Sumber: Lee, et. al.,
(1978) dalam
BOD5
BOD5 adalah sejumlah oksigen dalam air yang
diperuntukan oleh bakteri aerob untuk menetralisir atau menstabilkan
bahan-bahan sampah (organik) dalam air melalui proses biologi secara
dekomposisi dalam waktu inkubasi 5 hari pada temperatur 20 oC dinyatakan dengan BOD5
dalam mg/liter.
Pemeriksaan BOD5
diperlukan untuk menentukan beban pencemaran terhadap air buangan domestik atau
industri juga untuk mendesain sistem pengolahan limbah biologis bagi air
tercemar. Penguraian zat organik adalah peristiwa
alamiah, jika suatu badan air tercemar oleh zat organik maka bakteri akan dapat
menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses biodegradable berlangsung, sehingga dapat mengakibatkan kematian
pada biota air dan keadaan pada badan air dapat menjadi anaerobik yang ditandai
dengan timbulnya bau busuk.
Parameter
BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air
buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari
tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang
digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik
yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi
yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas
dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara
bebas. Konsentrasi air buangan atau sampel tersebut juga harus berada pada
suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen
terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat
kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 mg/l pada suhu 20 °C
Fosfat
Fosfat
merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan. Karakteristik
fosfor yang sangat berbeda dengan unsur-unsur utama lain yang merupakan
penyusupan biosfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Fosfor yang
berperan dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat pada ATP (Aenosine
Triphosphate) dan ADP (Adenosine
Diphosphate) (Effendi, 2000).
Fosfor
banyak digunakan sebagai pupuk, sabun atau ditergen, bahan industri keramik,
minyak pelumas, produk minuman dan makanan, katalis dan sebagainya. Dalam
industri, fosfat ditambahkan secara langsung untuk mencegah terjadinya
pembentukan karat dan korosi pada peralatan logam.
Konsentarasi
fosfat pada perairan alami berkisar antara 0,005 – 0,02 mg/liter
P-PO4 (UNESCO/WHO/UNEP, 1992). Konsentrasi fosfat dalam ortofosfat
(P-PO4) jarang melebihi 0,1 mg/liter, meskipun pada perairan eutrof.
Konsentrasi fosfat total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/liter (Boyd,
1982 dalam Widiadmoko, 2013).
Nitrat
Nitrat
(NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat
merupakan salah satu nutrien senyawa yang
penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan
organisme perairan apabila didukung oleh ketersediaan nutrient.
Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan
nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada
kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri
nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh
nitrobacter (Effendi, 2000).
Amonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi merupakan proses
mikrobiologis, oleh karena itu, proses ini sangat dipengaruhi oleh suhu dan
aerasi (Novotny dan Olem, 1994, dalam
Effendi, 2003). Konsentrasi nitrat-nitrogen yang lebih
dari 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan)
perairan, dan selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara
pesat (Effendi, 2003).
Komentar
Posting Komentar