Penertian Arus Dan Sirkulasi Laut Dunia
Menurut Gross 1972, arus merupakan gerakan horizontal atau
vertikal dari massa air menuju kestabilan yang terjadi secara terus menerus.
Gerakan yang terjadi merupakan hasil resultan dari berbagai macam gaya yang
bekerja pada permukaan, kolom, dan dasar perairan. Hasil dari gerakan massa air
adalah vector yang mempunyai besaran kecepatan dan arah. Ada dua jenis gaya
yang bekerja yaitu eksternal dan internal Gaya eksternal antara lain adalah
gradien densitas air laut, gradient tekanan mendatar dan
gesekan lapisan air (Gross,1990). Sementara
itu, menurut Arief (1994) pergerakan arus laut dipengaruhi oleh beberapa hal
antara lain arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya
coriolis dan arus ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwellng ,
downwelling.
Beberapa fenomena
oseanografi yang berhubungan dengan sirkulasi arus dan mempunyai pengaruh
penting terhadap kondisi lingkungan atmosfer antara lain El Nino dan La Nina
yang terjadi Samudera Pasifik (Mann and Lazier, 1991) dan Indian Ocean Dipole
yang terjadi di Samudera Hindia. Fenomena tersebut menyebabkan terjadinya bencana
kekeringan dan banjir dalam skala global. Selama dua dekade terakhir wilayah
ekuator dan tropis menjadi fokus penelitian para ahli osenografi karena
diindikasikan arus ekuator dalam skala besar menentukan dinamika atmosfer
(Tolmazin, 1985).
Kecepatan arus dan arah arus dapat diukur dengan
menggunakan alat pengukur arus (current meter). Alat elektronik tersebut
berbenuk seperti roket atau torpedo yang pada bagian belakang terdapat sayap
dan baling – baling. Baling-baling akan berputar sesuai dengan kecepatan arus
yang akan diukur. Dari alat tersebut dihubungkan dengan sebuah alat penunjuk
arah dan kecepatan melalui sebuah kabel yang cukup panjang (Wibisono, 2005).
Secara umum sirkulasi laut dunia dapat dibedakan menjadi dua, yakni arus
permukaan (surface circulation) dan
arus laut dalam (deep sea circulation).
Kelompok pertama terutama disebabkan oleh angin permukaan (wind-driven current), sedangkan kelompok kedua terutama disebabkan
oleh adanya perbedaan suhu dan salinitas (thermohaline
circulation).
2.1.1.
Arus
Permukaan
Arus laut
permukaan merupakan pencerminan langsung dari pola angin yang bertiup pada
waktu itu. Jadi arus permukaan ini digerakkan oleh angin. Air dilapisan
bawahnya ikut terbawa, karena adanya gaya coriolis (coriolis force), yakni gaya
yang diakibatkan oleh perputaran bumi, maka arus dipermukaan laut berbelok
kekanan dari arah angina dan arus di lapisan bawahnya akan berbelok lebih
kekanan lagi dari arah arus permukaan. Ini terjadi di belahan bumi utara. Di
belahan bumi selatan terjadi hal sebaliknya (Romimahtarto, 2009).
Gambar 15. Pola umum arus
permukaan laut yang terutama digerakkan oleh angin permukaan (Open University,
1989).
Gerakan yang terjadi merupakan hasil resultan dari
berbagai macam gaya yang bekerja pada permukaan, kolom, dan dasar perairan.
Hasil dari gerakan massa air adalah vector yang mempunyai besaran kecepatan dan
arah. Ada dua jenis gaya yang bekerja yaitu eksternal dan internal Gaya
eksternal antara lain adalah gradien densitas air laut, gradient
tekanan mendatar dan gesekan lapisan air (Gross,1990).
2.1.2. Sirkulasi Thermohalin
Di lapisan permukaan pergerakan
massa air terutama dibangkitkan oleh angin. Di perairan dalam walaupun tidak
dipengaruhi oleh angin, akan tetapi massa air di perairan dalam ini juga
bergerak, gerakan massa air tersebut disebut sebagai sirkulasi termohalin (thermohaline
circulation). Sirkulasi termohalin adalah gerak massa air yang dibangkitkan
oleh adanya perbedaan densitas yang dikontrol oleh adanya variasi suhu (thermo
atau thermal) dan salinitas (haline). Untuk memahami fenomena
ini sangat sederhana, ketika dua massa air berbeda (misalnya air tawar dan air
laut) ditaruh dalam suatu wadah, mula-mula dipisahkan dengan suatu pembatas,
kemudian pembatas tersebut ditarik atau dikeluarkan secara perlahan, maka kedua
massa air yang berbeda tersebut bergerak. Massa air tawar yang lebih ringan
bergerak ke arah massa air di lapisan permukaan, sedangkan massa air laut yang
lebih berat bergerak ke arah air tawar di lapisan bawah.
Salah satu contoh yang terkenal dari
sirkulasi termohalin di dalam bidang oseanografi adalah sirkulasi global atau the
Great Conveyor Belt (Gambar 7).
Di daerah kutub dekat dengan Greenland massa air hangat yang berasal dari
daerah lintang rendah atau daerah tropis tenggelam, kemudian arus dalam
bergerak di dekat dasar menelusuri basin laut dalam ke arah ekuator sampai ke
laut selatan berbelok ke timur, sebagian bergerak menuju Samudera India,
sebagian lagi menuju Samudera Pasifik. Di Samudera Pasifik massa air bergerak
ke lapisan permukaan sehingga massa air tersebut menjadi lebih hangat.
Massa air hangat yang berada di
lapisan permukaan kemudian bergerak menuju ke Samudera India melewati perairan
Indonesia. Massa air laut yang bergerak dari Samudera Pasifik ke Samudera India
melalui perairan Indonesia dikenal sebagai ARLINDO atau ITF (Arus Lintas Indonesia
atau Indonesian Through Flow).
Massa air hangat di lapisan
permukaan dari Samudera Pasifik bertemu dengan massa air yang bergerak ke
permukaan di Samudera India. Kedua mass air tersebut bergerak menuju daerah
lintang tinggi atau kutub melalui Samudera Atlantik. Secara skematik sirkulasi
laut global yang dibangkitkan oleh adanya perbedaan densitas sebagai
konsekuensi dari adanya variabilitas suhu dan salinitas digambarkan pada Gambar 16.
Gambar 16. Sirkulasi massa air laut secara global atau
The Global Conveyor Belt merupakan salah satu contoh sirkulasi
termohalin
Beberapa bukti ilmiah telah
ditemukan oleh para pakar Oseanografi yang mendukung kebenaran teori atau
fenomena sirkulasi termohalin, salah satu diantaranya adalah berupa bukti
hidrografi atau hydrographic evidence (Gambar 17) memperlihatkan sebaran
menegak salinitas di Samudera Atlantik mulai dari lintang 50o LS. di
belahan bumi selatan sampai 60o LU. di belahan bumi utara. Di
lapisan dekat permukaan pada kedalaman 1000 m massa air terlihat bergerak dari
belahan bumi selatan ke belahan bumi utara melalui ekuator (tanda panah
berwarna ungu), disisi yang lain massa air yang lebih berat (>35,2 psu) tenggelam
di sekitar lintang 40-50 o LU, kemudian bergerak ke arah belahan
bumi utara melalui ekuator pada kedalaman >2000 m.
Gambar
17. Bukti adanya sirkulasi termohalin di laut dalam berupa sebaran menegak
salinitas di Samudera Atlantik dari Lintang 50o L.S. sampai 60o
L.U
Selain
itu ada juga arus yang disebut dengan arus sejajar pantai dan arus tegak lurus
pantai. Arus sejajar dengan garis pantai sering disebut dengan longshore current yaitu adalah arus yang
terjadi diantara daerah gelombang pecah dan garis pantai, dimana saat gelombang
datang membentuk sudut miring dengan garis pantai pecah maka terjadi ingshore
current akibat gradien momentum flux di daerah surf zone. Arus sejajar pantai mempunyai kecepatan yang relatif
kecil rata-rata 0,3 m/det, meskipun anus sejajar pantai ini umumnya mempunyai
kecepatan rendah, tetapi sangat mempengaruhi proses-proses litoral transport
karena bergerak sepanjang pantai dalam waktu yang lama dan terus menerus selama
ada gelombang, sehingga mampu memindahkan sedimen untuk itu perlu dibahas
kecepatan arus sejajar pantai sebagai penggeraknya. Sedangkan arus yang tegak
lurus pantai disebut dengan rip current
yaitu arus ini berawal dari gelombang yang datang dari arah laut menuju pantai.
Setelah sampai di pantai arus tersebut kemudian akan menemukan jalan kembali ke
arah laut. Arus ini biasanya sering terjadi di daerah sempit seperti di pantai
yang terdapat gosong pasir tau dermaga. Rip
Current sangat berbahaya karena dapat menyeret wisatawan ke tengah laut. Di
Indonesia contoh pantai yang sering terdapat rip current adalah Pantai
Parangtritis (Setiawan, 2013).
|
Gambar 18. a. Rip current
b. Longshore current
(The comet program dalam
Baharuddin. 2015)
2.1.3. Metode Pengukuran Arus
Gerakan massa
air di laut dapat diketahui dengan tiga cara, yakni melakukan pengukuran
langsung di laut, melalui pengamatan topografi muka laut dengan satelit, dan model hidrodinamik. Pengukuran
arus secara insitu dapat dilakukan dengan dua metode, yakni metode Lagrangian
dan Euler. Metode Lagrangian adalah suatu cara mengukur aliran massa air dengan
melepas benda apung atau drifter ke laut, kemudian mengikuti gerakan aliran
massa air laut. Gambar 1. menunjukkan
salah satu alat ukur atau drifter yang ditaruh di laut, pada bagian atas
dilengkapi seperangkat elektronik yang mampu mentranfer data posisi ke stasiun
kontrol di darat melalui satelit. Sehingga secara terus menerus posisinya dapat
diplotkan dan akhirnya lintasan arus dapat diketahui.
Gambar
19. Salah satu contoh alat ukur arus dengan
menggunakan metode Euler, panel sebelah kiri merupakan salah satu contoh
lintasan arus yang bergerak dari Samudera Pasifik bergerak memasuki
perairan Indonesia.
Cara lain
mengukur arus insitu adalah dengan metode Euler. Pengukuran arus yang dilakukan
pada satu titik tetap pada kurun waktu tertentu. Cara ini biasanya menggunakan
alat yang disebut dengan Current Meter. Salah satu alat
ukur arus dengan metode Euler ditampilkan pada Gambar 2. Pada alat
tersebut dilengkapi dengan sensor suhu, conductivitas untuk mengukur salinitas,
rotor untuk kecepatan dan kompas magnetik untuk menentukan arah.
Gambar
20. Current Meter Aandera Type RCM-7
Adanya perkembangan teknologi satelit dewasa ini
sangat memungkinkan untuk mengetahui tinggi muka laut atau topografi muka laut.
Salah satu satu satelit yang mampu untuk membedakan perbedaan tinggi muka laut
adalah Topex/Poseidon (Gambar. 21). Satelit
altimetri pada prinsipnya mentransmisikan gelombang dengan panjang tertentu,
kemudian dicatat waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak dari satelit ke
permukaan laut dan kembali ke reciever di satelit, sehingga jarak dari lintasa
satelit ke muka laut diketahui. Jarak yang lebih dekat saat muka laut lebih
tinggi akan membutuhkan waktu yang lebih pendek bila dibandingkan dengan saat
muka laut lebih rendah.
sama sama semoga informsi ini bisa bermanfaat
BalasHapus