Pengertian Gelombang Dan Transformasi Gelombang
Gelombang adalah gerakan
dari setiap partikel air laut berupa gerak longitudinal, dan orbital secara
bersamaan disebabkan oleh transmisi energy serta waktu (momentum) dalam artian
impuls vibrasi melalui berbagai ragam bentuk matari, dalam hal ini berbentuk
partikel air laut. Secara teoritis mediumnya sendiri tetap tidak bergerak
mengikuti arah energi yang melaluinya. Energi dimaksud bisa berupa tiupan angin,
gerak rotasi bumi atau gerak lapisan sedimen bawah laut, gempa tektonik, dan
lain-lain. Dengan adanya gelombang, maka sangat mempermudah terjadinya proses
kelarutan gas oksigen untuk kepentingan kehidupan di laut. Selain itu gelombang
juga merupakan salah satu faktor dalam proses perubahan sifat bahan pencemar
menjadi kurang bersifat toksik (weathered
pollutant) walaupun memerlukan waktu beberapa saat. Pengukuran gelombang
juga dapat dipakai untuk memprediksi kedalaman laut terutama pada perairan dangkal,
bila peralatan ukur tidak tersedia (Wibisono, 2011).
Gelombang sebagian
ditimbulkan oleh dorongan
angin di atas
permukaan laut dan sebagian lagi
oleh tekanan tangensial pada partikel air. Angin yang bertiup di
permukaan laut mula – mula
menimbulkan riak gelombang
(ripples). Jika kemudian angin berhenti bertiup maka riak
gelombang akan hilang dan permukaan
laut merata kembali.
Tetapi jika angin
ini bertiup lama
maka riak gelombang
membesar terus walaupun kemudian angin berhenti bertiup. Ombak yang
sederhana dapat dilihat sebagai
alun (swell) yang
terjadi pada keadaan
laut tenang. Jika diperhatikan, alun
ini mempunyai puncak
– puncak (crests) dan
lembah – lembah (troughs). Selagi gelombang
berjalan bergerak di air, jarak anatara
dua titik serupa yang berurutan
yakni antara satu
puncak dan pucak
berikutnya atau pada
antara satu lembah dan lembah berikutnya dinamakan panjang gelombang
(Romimahtarto, 2009).
Gelombang dilaut
dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang tergantung pada gaya pembangkitnya.
Gelombang tersebut adalah gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin
dipermukaan laut, gelombang pasang surut
dibangkitkan oleh benda-benda
langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi, gelombang tsunami
terjadi karena letusan gunung berapi atau gemapa di laut, gelombang yang
dibangkitkan oleh kapal yang bergerak, dan sebagainya. Hal
ini seperti ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 11. Pergerakan air laut (Baharuddin. 2012)
Menurut Sorensen (1991), gelombang yang pecah pada suatu kemiringan
pantai umumnya diklasifikasikan dalam 3 katagori yaitu: spilling, plunging
dan surging. Sidibjat (1973) menjelaskan bahwa plunging terjadi
karena seluruh puncak gelombang melewati kecepatan gelombang. Gelombang yang
pecah dalam bentuk plunging tersebut umumnya gelombang-gelombang panjang
atau swell. Spilling merupakan bentuk gelombang pecah dengan muka
gelombang (front wave) sudah pecah sebelum tiba di pantai serta sempat
mendekati kaki pantai disebut surging. Tipe lain dari gelombang pecah
yang biasa digunakan untuk menentukan tipe pecah antara plunging dengan surging
adalah collapsing.
Berikut
ini merupakan gambar dari klasifikasi gelombang pecah :
Gambar 12. Klasifikasi Gelombang pecah (CHL,
2002)
Ukuran besar
kecilnya gelombang umumnya
ditentukan berdasarkan tinggi
gelombang. Tinggi gelombang
ini bisa hanya
beberapa millimeter saja
tetapi juga bisa sampai puluhan
meter. Apabila kita mengamati perambatan gelombang di laut, seolah
– olah tampak
air laut itu
bergerak maju beserta
dengan gelombangnya. Tetapi kenyataan
sebernarnya tidaklah demikian.
Pada perambatan gelombang, yang bergerak
maju sebenarnya adalah
bentuknya saja, partikel
airnya sendiri hampir tidak
bergerak maju (Nontji, 2007).
2.1.1. Transformasi Gelombang
Gelombang
yang merambat menuju tepi pantai akan mengalami beberapa proses perubahan
ketinggian gelombang sebagai akibat dari proses pendangkalan (wave shoaling),
refraksi, difraksi atau proses refleksi sebelum akhirnya gelombang tersebut
pecah (wave breaking)
(Pratikto et al, 1997; Triatmodjo,
1999).
Menurut
Carter (1988), jika suatu muka barisan gelombang datang membentuk sudut miring
terhadap tepi pantai yang mempunyai kemiringan dasar landai dengan
kontur-kontur kedalaman sejajar dengan pantai, maka muka gelombang akan berubah
arah dan cenderung menjadi sejajar dengan garis pantai atau mengalami proses
pembiasan (refraksi). Selanjutnya arah perambatan berangsur-angsur
berubah dengan berkurangnya kedalaman (shoaling), sehingga dapat diamati
bahwa muka gelombang cenderung sejajar dengan kedalaman. Hal ini disebabkan
perubahan bilangan gelombang yang mengakibatkan perubahan kecepatan fase
gelombang. Bila keadaan pantai landai, ada kemungkinan bahwa gelombang tersebut
tidak pecah tetapi pemantulan gelombang (refleksi), selain itu refleksi
juga dapat terjadi jika mengenai/membentur suatu rintangan. Arah dari
perambatan dapat juga berubah atau mengalami pelenturan (proses difraksi), ketika gelombang melewati
perairan dengan kedalaman air yang konstan, seperti ketika gelombang menuju ke
suatu pulau atau pemecah gelombang. Pola difraksi dapat diamati bila suatu
gelombang melewati suatu tanjung atau ujung sebuah tanggul buatan, maka
gelombang akan mengalami pemanjangan puncak secara melengkung ke arah sisi
belakang tanjung atau tanggul perintang tersebut. Peristiwa ini terjadi karena
perembesan energi ke dalam bayang-bayang yang merupakan daerah aliran tenang di
belakang rintangan.
Pola
refraksi gelombang pada berbagai bentuk kontur garis pantai disajikan pada gambar 13. Refraksi dan pendangkalan
gelombang (wave shoaling) dapat menentukan ketinggian
gelombang pada kedalaman tertentu serta distribusi energi gelombang sepanjang
pantai. Selain itu, perubahan arah gelombang sebagai hasil dari refraksi akan
menghasilkan suatu daerah energi gelombang konvergen (penguncupan) atau divergen (penyebaran) yang berpengaruh
terhadap struktur pantai. Refraksi juga berperan dalam perubahan topografi
dasar laut dari pengaruh abrasi dan sedimentasi
serta deskripsi secara umum dari kedalaman perairan pantai dapat
diperoleh melalui analisis pola refraksi gelombang (CERC, 1984).
Gambar 13. Refraksi gelombang pada berbagai bentuk tipe kontur garis pantai
(a) kontur lurus dan sejajar; (b) gabungan antara submarine ridge dan submarine
canyon; (c); submarine ridge dan
(d) submarine canyon (CHL, 2002).
Gelombang
menjadi tidak stabil (pecah) jika terlampau curam atau tinggi gelombangnya
mencapai batas tertentu. Tinggi maksimum gelombang di perairan dalam (deep water) terbatas pada
kecuraman gelombang maksimum untuk bentuk gelombang yang relatif stabil.
Gelombang yang mencapai batas kecuraman (limited
steepness) akan mulai pecah yang mengakibatkan sebagian energinya
hilang (CERC, 1984).
Gelombang
perairan dalam akan bergerak menuju kearah pantai, tetapi tidak semua gelombang
yang datang dari perairan bebas tersebut dapat mendekati pantai. Hanya
gelombang dengan frekuensi tertentu yang dapat mencapai pantai, sedangkan
gelombang lainnya memberikan energinya kepada gelombang tertentu tersebut
(Sidjabat,1973).
Batas
kecuraman pada perairan dangkal akan menurun sebagai fungsi dari rasio antara
kedalaman perairan dengan panjang gelombang dan kemiringan pantai. Sverdrup et
al. (1942) menjelaskan
bahwa gelombang yang bergerak ke arah pantai akan mengalami perubahan
ketinggian. Perubahan tinggi ini disertai dengan perubahan bentuk gelombang.
Puncak gelombang akan menyempit dan curam sedangkan bentuknya menjadi panjang
dan datar. Selanjutnya gelombang tersebut akan mencapai suatu kedalaman yang
cukup untuk mulai pecah dengan ketinggian gelombang pecah pada jarak tertentu
dari garis pantai. Gelombang yang telah pecah akan menghamburkan energinya ke
atas muka pantai.
Komentar
Posting Komentar