contoh laporan konservasi sumberdaya hayati laut



I.       PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Tingginya keanekaragaman hayati tersebut bukan hanya disebabkan oleh letak geografis yang sangat strategis melainkan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti variasi iklim musiman, arus atau massa air laut yang mempengaruhi massa air dari dua samudra, serta keragaman tipe habitat dan ekosistem yang terdapat di dalamnya.
Namun demikian, meningkatnya jumlah penduduk serta faktor-faktor ekonomi lain, menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya alam laut dan ekosistemnya semakin meningkat pula. Hal tersebut semakin dipicu oleh kegiatan yang tidak mengacu pada kriteria-kriteria pembangunan berwawasan lingkungan serta pemanfaatan sumberdaya alam laut yang berlebihan. Oleh karenanya diperlukan upaya untuk menanggulangi hal tersebut.
Salah satu bentuk upaya tersebut adalah perlindungan sumberdaya alam yang dapat dilakukan melalui konservasi dengan cara menyisihkan lokasi-lokasi yang memiliki potensi keanekaragaman jenis biota laut, gejala alam dan keunikan, serta ekosistemnya menjadi Kawasan Konservasi Laut (KKL). KKL tersebut pada dasarnya merupakan gerbang terakhir perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya kelautan dan ekosistemnya. Melalui cara tersebut diharapkan upaya perlindungan secara lestari terhadap sistem penyangga kehidupan, pengawetan  sumber plasma nutfah dan ekosistemnya serta pemanfaatan sumberdaya alam laut secara berkelanjutan dapat terwujud (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006).
Perairan Sungai Dua Laut di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan yang memiliki kekayaan alam biotanya termasuk ekosistem terumbu karang, Lamun serta ekosistem mangrove. Sehingga Perairan Sungai Dua Laut memiliki keragaman ekosistem, keragaman ekosistem tersebut menciptakan variasi habitat dan relung kehidupan bagi beragam biota laut seperti kelompok ikan dan biota lainnya., sehingga masyarakat yang berada di sekitar kawasan dapat menggunakan dari ekosistem tersebut serta biotanya untuk kelangsungan hidup dan sebagai sumber mata pencarian.
1.2.  Maksud dan Tujuan
1.2.1. Maksud
Maksud dari kegiatan praktik lapang dan praktikum ini bagi mahasiswa Ilmu Kelautan adalah untuk mengetahui kondisi sumberdaya ekosistem pesisir di Perairan Sungai Dua Laut.
1.2.2. Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan praktik lapang di Desa Sungai Dua Laut ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui potensi ekosistem atau karateristik di Desa Sungai Dua Laut.
2.      Untuk memberikan rekomendasi area konservasi yang sesuai untuk daerah tanah bumbu.

BAB II. METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
            Peraktikum Konservasi Sumberdaya Hayati Laut ini dilaksanakan pada hari kamis 08 November s.d Minggu 11 November 2017 di Desa Sungai Dua Laut Kecamatan Sungai Loban Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan.
Gambar 1. Peta Lokasi Praktek Lapang Desa Sungai Dua Laut

2.2 Alat dan Bahan
          Adapun Alat dan Bahan yang digunakan pada Praktikum Konservasi Sumberdaya Hayati ini adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan
Kegunaan
1.        Roll meter
Sebagai transek
2.        Tali rapia
Sebagai transek
3.        Buku identifikasi mangrove
Untuk mengidentifikasi mangrove
4.        Alat tulis
Untuk menulis data
5.        Kantong sampel
Mengambil sampel
6.        GPS
Menyimpan posisi koordinat
7.        Buku identifikasi terumbu karang
Untuk mengidentifikasi terumbu karang
8.        Buku identifikasi lamun
Untuk mengidentifikasi lamun
9.        Pelampung
Sebagai tanda transek
10.    Sepatu but
Alat bantu melindungi kaki
11.    Alat selam SCUBA
Alat pernapasan bebas untuk berada bawah air dalam waktu lama.
12.    Camera underwater
Alat untuk mendokumentasi saat pengambilan data.
13.    Spidol permanen
Untuk penanda sample

2.3.1 Mangrove
              Berikut ini adalah prosedur kerja yang di lakukan untuk pengambilan dan pengukuran Mangrove:
1.      Untuk pengambilan data ekosistem mangrove berlokasi di sebelah timur lokasi praktek
2.      Metode yang digunakan adalah metode transek garis. Data yang diambil adalah pohon, anakan, dan semai. Dari ketiga kategori di atas di ambil data-data seperti jenis spesies dari mangrove tersebut, jumlah individu, diameter batang dan luas bidang dasar.
3.      Hal pertama yang di lakukan adalah membentangkan garis transek dengan menggunakan roll meter sepanjang 50 meter, dengan posisi transek tegak lurus dengan garis pantai.
4.      Dari 50 meter panjang transek di bagi menjadi 3 plot sebesar 10 x 10 meter, di dalam plot 10 x 10 meter, terdapat plot 5 x 5 meter dan di dalamnya lagi terdapat plot 2 x 2 meter
5.      Ambil juga data pendukung seperti, sampel daun, sampel substrat tanah, biota berasosiasi di ekosistem mangrove dan lakukan marking dengan menggunakan GPS.
2.3.2  Lamun
              Prosedur kerja yang di lakukan untuk pengambilan data lamun adalah sebagai berikut:
1.      Menggunakan alat selam SCUBA secara baik dan benar.
2.      Setelah masuk ke dalam air membentangkan transek kuadran 1 m x 1 m. kemudian;
3.      Mengidentifikasi jenis dan banyaknya lamun di setiap plot menggunakan buku identifikasi lamun.
4.      Mencatat posisi pengambilan sampel lamun dari GPS, yang sebelumnya telah di marking.
5.      Untuk mencari tutupan lamun di gunakan perhitungan dengan memakai metode Mc. Kenzie.
2.3.3  Terumbu Karang
              Prosedur kerja yang di lakukan untuk pengambilan data terumbu karang adalah sebagai berikut:
1.      Menggunakan alat selam SCUBA secara baik dan benar.
2.      Metode yang digunakan untuk pengambilan data terumbu karang adalah dengan menggunakan metode LIT (Line Intersect Transect), PIT (Point Intercept Transeckt) dan Manta Taw sebanyak 4 stasiun.
3.      Setelah masuk ke dalam air, langsung bentangkan transek dengan menggunakan roll meter sepanjang 50 meter pada stasiun 1 sampai stasiun 4. Pencatatan data yang dilakukan adalah semua jenis bentuk pertumbuhan terumbu karang yang di lalui roll meter.
4.      Mencatat posisi pengambilan sampel terumbu karang dari GPS, yang sebelumnya telah di marking.

2.4.1   Mangrove
             Hasil pengukuran lapangan diolah dengan menggunakan beberapa persamaan untuk mendapatkan gambaran tentang dominansi jenis, kerapatan, frekuensi dan nilai penting dari masing-masing tingkat pertumbuhan vegetasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
a.    Tingkat Pancang dan Pohon
          Dari hasil pengukuran dan pengumpulan data pada vegetasi tingkat pancang dan pohon dilakukan perhitungan Nilai Penting Jenis (NPJ), dimaksudkan untuk menentukan jenis mana yang paling dominan. Nilai Penting Jenis diperoleh dari hasil penjumlahan antara Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR) dari masing-masing jenis. Perhitungan ini dilakukan dengan rumus yang dikemukakan oleh Mueller- Dombois dan Ellenberg (1974) sebagai berikut :
Kerapatan
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan Mutlak                   =          Jumlah individu suatu jenis
                                                                   Luas petak contoh
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan Relatif (%) (KR)   =            Jumlah individu suatu jenis  x 100
                                                             Jumlah individu seluruh jenis
Frekuensi
Frekuensi Mutlak        =             Jumlah petak dari suatu jenis yang hadir 
                      Jumlah kehadiran suatu jenis
Frekuensi Relatif (%)  (FR) =             Jumlah kehadiran suatu jenisx 100
                          Jumlah kehadiran seluruh jenis
Dominansi
Domiansi Mutlak        =          Jumlah total luas bidang dasar suatu jenis
                                                                       Luas petak contoh
Dominansi Relatif  (DR)  =    Jumlah total luas bidang dasar suatu jenis x 100
            Jumlah total luas bidang dasar seluruh jenis
Nilai Penting Jenis (NPJ %) =       NPJ = KR + FR + DR
b.   Tingkat Semai
Dari data hasil pengukuran vegetasi tingkat semai (jumlah individu, frekuensi dan tinggi rata-rata) selanjutnya dianalisis untuk mencari nilai dominansi jenisnya dengan Sum of Dominance Ratio (SDR) sesuai dengan rumus yang dikemukakan oleh Numata (1958) yang dikutip Bratawinata (1988) sebagai berikut :
Ratio Jumlah Individu
N’                    =                      Jumlah individu suatu jenis                 x   100 %
  Jumlah individu terbanyak dari suatu jenis

Ratio Frekuensi
F’                     =                      Jumlah frekuensi suatu jenis                 x   100%
 Jumlah frekuensi terbanyak dari suatu jenis
Ratio Tinggi Rata-rata
H’                    =                 Tinggi rata-rata dari suatu jenis                 x 100 %
    Tinggi rata-rata tertinggi dari jenis lain
Sum of Dominance Ratio :
SDR3               =         N’ + F’ + H’
                                             3
2.4.3 Lamun
          Perhitungan Persen Tutupan Lamun Perhitungan persen tutupan lamun berpedoman berdasarkan Seagrass Percentage Cover, (Mc. Kenzie, 2009). Standar persentase yang digunakan oleh organisasi SeagrassNet Worldwide Edition (Short, et al, 2006). Tutupan lamun dalam kuadrat dibandingkan secara visual dengan panduan estimasi tutupan lamun dari SegrassNet.
          Perbandingan Persen Tutupan / Analisis Data Data persentase tutupan lamun akan dibandingkan baik antar jenis maupun jenis substratnya menggunakan Anova (Analysis of Variance).
Variabel terikat : persen tutupan lamun.
Variabel bebas : tipe substrat
2.4.2 Terumbu Karang
          Terhadap data primer tentang kondisi terumbu karang diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan dengan metode Line Intercept Transect. Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan cara menghitungan Persentase Penutupan (Percentcover) (UNEP, 1993), yaitu :
ni = li  x 100 %
       L
ni= persentase penutupan karang hidup
li = panjang karang berdasarkan bentuk pertumbuhan
L = panjang transek garis
Menurut Dahl (1978) dalam UNEP (1993), Sukmara et.al. (2001) nilai
persentase penutupan, sebagai penduga kondisi terumbu karang dapat dikategorikan
adalah :
a. Kategori Sangat Jelek : 0 - 10 %
b. Kategori Jelek : 11 - 30 %
c. Kategori Sedang : 31 - 50 %
d. Kategori Baik : 51 - 75 %
e. Kategori Sangat Baik : 76 - 100 %)
          Selanjutnya hasil pengolahan data kondisi terumbu karang dan data sekunder tentang parameter fisika dan kimia lingkungan dianalisis dan dibahas secara mendalam dengan mengacu pada berbagai referensi dan litratur pustaka. Demikian juga terhadap data primer dan sekunder dari variabel sosial dilakukan analisis dan dibahas secara mendalam terhadap aspek-aspek kependudukan, pendidikan, mata pencaharian, persepsi dan partisipasi.Sedangkan terkait dengan kebijakan pengelolaan oleh pemerintah daerah selaku pemegang ortoritas kekuasaan di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa, analisa data dilakukan terhadap penetapan status kawasan konservasi/ lindung, mekanisme/sistem pengelolaan dan peraturan perundangan yang mengaturnya serta implementasi kebijakan (pengawasan dan pengendalian).
 
 
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Ekosistem Mangrove
3.1.1   Komposisi Jenis
          Berdasarkan hasil kegiatan praktek lapang yang di laksanakan di Desa Sungai Dua Laut diperoleh data mangrove yang heterogen. Yaitu terdapat 6 jenis mangrove diantaranya Avicennia marina, Avicenia alba, Sonneratia alba, Rhizophora mucronata, Avicennia officialis dan Rhizophora apiculata. Yang di dominansi oleh Avicennia officialis dan Avicennia marina.  
3.1.2   Distribusi Mangrove
            Mangrove adalah hutan tropis yang tumbuh di muara sungai dan pantai yang memiliki ombak yang tenang, adanya endapan lumpur, banyaknya curah hujan dan iklim yang tropis (Darmadi dan Ardhana, 2010). Supardjo (2010) juga menambahkan bahwa hutan mangrove juga tipe hutan yang khas terdapat disepanjang muara sungai atau pantai yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
            Hutan mangrove dapat ditemukan di pesisir pantai wilayah, terutama pada pantai yang landai, dangkal, terlindung dari gelombang besar dan muara sungai. di pesisir pantai Sungai Dua Laut memiliki pantai yang landai dan jenis tanah yang di hidupi mangrove berlumpur dan berlempung dan jenis mangrove yang tumbuh ada 6 spesies yang di dominansi oleh Avicennia officialis dan Avicennia marina.  
3.1.3 Indeks Nilai Penting
Kondisi hutan mangrove di Desa Sungai Dua Laut masih tergolong alami, karena tidak adanya aktivitas manusia yang merusak ekosistem mangrove di Desa tersebut. Indeks Nilai Penting (INP) merupakan nilai yang dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis vegetasi mangrove dalam suatu komunitas mangrove (Bengen, 2002). Baik maupun tidak kondisi mangrove dan seberapa besar perannya dalam suatu komunitas mangrove, dapat dilihat dari nilai yang dapat ditunjukkannya. Untuk mengetahui kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan INP (Indeks Nilai Penting) dari ekosistem mangrove di Desa Sungai Dua Laut maka dilakukan perhitungan berdasarkan analisis data, dan hasilnya sebagai berikut :
Tabel 2. Kerapatan relatif, Frekuensi relatif dan INP Ekosistem Mangrove pada Tingkat Pohon di Desa Sungai Dua Laut
No
Jenis Mangrove
Frekuensi Relatif/Rfi (%)
Kerapatan Relatif/Rdi (%)
INP
1
Avicennia marina
25
34.09
83.71
2
Avicenia alba
12.5
6.82
27.05
3
Sonneratia alba
18.75
11.36
33.9
4
Rhizophora mucronata
6.25
9.09
22.85
5
Avicennia officialis
25
27.27
100.31
6
Rhizophora apiculata
12.5
11.36
27.72


100
100
295.54

            Berdasarkan  Tabel 2. hasil pengamatan mangrove di Desa Sungai Dua laut diatas dapat diketahui bahwa frekuensi relatif dan kerapatan relatif tertinggi ekosistem mangrove di Desa Sungai Dua Laut pada tingkat pohon di dominasi oleh jenis mangrove Sonneratia alba dengan nilai frekuensi relatifnya 18,75 ind/m2 dan kerapatan relatif 11,36 ind/m2 sedangkan yang terendah yaitu jenis mangrove Avicenia alba dengan nilai 12,5 ind/m2 dengan kerapatan relatifnya 6,82 ind/m2 . Transek pengamatan terletak di bantaran sungai mengarah ke bagian daratan.
3.1.3   Struktur Komunitas
Ekosistem mangrove terdiri atas himpunan jenis tumbuhan lainnya dari suku tumbuhan lain yang berbeda-beda. Setiap jenis mangrove memiliki frekuensi pemunculan yang berbeda. Selama praktek lapang di Desa Sungai Dua Laut di temukan 6 jenis mangrove. Kondisi hutan mangrove di lokasi praktek dapat di lihat pada gambar di bawah ini .
Rhizophora apiculata
Avicennia marina


Avicenia alba
Avicennia marina


Rhizophora apiculata
Avicennia marina


Avicennia marina Avicennia marina


Penyebaran jenis mangrove di pengaruhi oleh jenis pasang surut, Watson (1928) mengemukakan adanya korelasi antara jenis-jenis dengan tinggi pasang dan lamanya tempat digenangi air, terdapat lima kelas genangan, Pantai Sungai Dua Laut termasuk dalam Kelas 3 merupakan tempat digenangi oleh pasang rata-rata (Normal high tides). Tempat ini mencakup sebagian besar hutan mangrove yang ditumbuhi oleh  Avicennia marina, Sonneratia alba dan Rhizophora apiculata.
Dalam hal struktur zonasi pertumbuhan mangrove, menurut Noor et. al (1999), terbagi dalam 4 zona, yaitu; mangrove terbuka, mangrove tengah, mangrove payau dan mangrove darat. Pada saat pengembilan data mangrove terletak pada zona mangrove tengah, untuk zona mangrove tengah, yaitu berada di belakang mangrove terbuka, didominasi oleh jenis  Avicennia marina sesuai dengan hasil pengamatan.
          Dari hasil pengamatan Avicennia marina memiliki kerapatan dan kerapatan relatif tertinggi di pantai Sungai Dua Laut, karena Kondisi substrat di lokasi pengamatan bervariasi antara tanah berpasir, pasir dan lumpur. Untuk jenis  Avicennia marina dominan berada di substrat berpasir.

3.2      Lamun
3.2.1 Komposisi Jenis
            Berdasarkan hasil kegiatan praktek lapang di Desa Sungai Dua laut dapat di peroleh 3 jenis lamun di antaranya adalah Halophila ovalis, Halodule Uninervis dan Halodule pinifolia. Yang di dominansi dengan jenis lamun Halodule Univervis. Halodule Uninervis adalah lamun serabut dan salah satu spesies lamun di perairan indonesia. Spesies ini memiliki karakteristik tulang daun tidak lebih dari tiga, daun selalu berakhir pada tiga titik yang jelas pada ujung daun, ciri khas pada spesies ini adalah ujung daun seperti trisula, bagian tengah tulang daun yang hitam biasanya mudah robek menjadi dua pada ujungnya.Halodule uninervis memiliki ujung daun yang berbentuk gelombang menyerupai huruf W, jarak antara nodus + 2 cm, dan rimpangnya berbuku-buku. Setiap nodusnya berakar tunggal, banyak dan tidak bercabang. Selain itu juga setiap nodusnya hanya terdiri dari satu tegakan, dan tiap tangkai daun terdiri dari 1 sampai 2 helaian daun (Nontji, A.2013).  Dari beberapa jenis yang ada di Indonesia, terdapat jenis lamun kayu (Halodule uninervis ) yang penyebarannya sangat terbatas dan terutama di wilayah timur perairan Indonesia, kecuali juga ditemukan di daerah terumbu tepi di kepulauan Riau. Jenis-jenis lamun tersebut membentuk padang lamun baik yang bersifat padang lamun monospesifik maupun padang lamun campuran yang luasnya diperkirakan mencapai 30.000 km2 (Kasim, M. 2012).
3.2.2 Distribusi Lamun
            Padang lamun yang tersebar luas di perairan dangkal merupakan ekosistem bahari sangat produktif dan berperan penting dalam kehidupan tetapi sering kali kurang mendapat perhatian. Menurut Fortes (1994) in Warasti (2009), kondisi ekosistem padang lamun di perairan indonesia telah mengalami kerusakan sekitar 30 – 40%. Adapun kerusakan tersebut antara lain di sebabkan oleh pengembangan wilayah, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dan pencemaran. Kerusakan akan berdampak pada keanekaragaman dan juga perubahan luasan (zonasi).
            Dari hasil pengukuran lapangan Desa Sungai Dua Laut di temukan 3 jenis lamun yang tersebut di 3 stasiun atau lokasi pengamatan, yaitu : Halophila Ovalis, Halodule Uninervis dan Halodule pinifolia. Adapun jenis yang ditemukan pada perairan Sungai Dua Laut di dominansi oleh jenis Halodule Uninervis dan Halophila Ovalis yang tersebar merata hampir di setiap stasiun. Ini menggambarkan tingkat keanekaragaman di Perairan Desa Sungai Dua Laut rendah karena (3 dari 13 jenis lamun yang telah di temukan di indonesia) meskipun memiliki 3 dari 13 jenis lamun yang ada di indonesia, pertumbuhan lamun di Perairan Sungai Dua Laut juga bagus dan subur. 
3.2.3 Persentasi Tutupan
Berdasarkan hasil pengambilan data Lamun di Perairan Sungai Dua Laut di spot Penyulingan dapat di lihat di gambar 2 ada dua jenis lamun yang berbeda yaitu : Halophila Ovalis dan Halodule Uninervis. Persentase dominan di dapat oleh jenis lamun Halophila Ovalis dengan persentase 19 % dan persentase jenis lamun rendah yaitu Halodule Uninervis dengan persentase 16%.
Berdasarkan hasil pengambilan data di Perairan Sungai Dua Laut dapat di lihat di gambar 3. Persentase terbesar lamun anugrah dengan persentase 62% terdapat di jenis lamun Halodule Uninervis dan persentase jenis lamun terendah yaitu Halophila Ovalis dengan persentase 49%.
Gambar 5. Tutupan Lamun Stasiun 3
Berdasarkan hasil pengambilan data di Perairan Sungai Dua Laut spot katoang dapat di lihat di gambar 4 bahwa persentasi dominan dengan spesies lamun Halodule Uninervis dengan persentase 17% dan persentase jenis lamun terendah 5% dengan jenis lamun Halodule pinifolia.
Gambar 6. Rata-rata Tutupan Lamun
Berdasarkan hasil pengambilan data tutupan lamun di stasiun 1-3 dapat di lihat pada gambar 5. Tutupan lamun yang terendah adalah jenis lamun Halodule pinifolia dengan persentase 5% dan tutupan lamun sedang jenis lamun Halophila Ovalis dengan persentase 68% dan tutupan lamun dominan adalah jenis lamun Halodule Uninervis dengan persentase 95%. Jenis lamun Halodule Uninervis  ini dikenal mampu mentoleransi keadaan ekstrim sekalipun. Lamun ini dapat tumbuh pada rentang salinitas 38-70 ppt dan suhu 10-39 derajat Celsius. Lamun ini juga dikenal mampu hidup hingga kedalaman 30 meter. Lamun yang juga disebut sebagai Needle seagrass  dalam Bahasa Inggris ini, mempunyai daun sepanjang 6-15 cm dan lebar sekitar 0.25-3.5 mm. Lamun ini dapat dijumpai di hampir seluruh perairan di Indonesia.

3.3 Terumbu Karang
3.3.1 Kondisi Tutupan
Terumbu karang yang berada di perairan Sungai Dua Laut hingga Tanjung Kandang Haur termasuk tipe karang gosong/taka (patch reef). Terumbu karang tipe  ini tumbuh dan berkembang terpisah dari pantai. Beberapa diantaranya ada yang muncul ke permukaan berupa paparang karang atau juga gosong pasir pada saat kondisi surut terendah, sementara yang lainnya tenggelam atau tidak terlihat pada saat surut terendah tersebut.
Terumbu karang di perairan ini sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari muara sungai yang berada di pesisir Tanah Bumbu, hal ini dapat mudah diamati dari atas kapal ketika musim teduh yaitu pada saat musim peralihan. Secara umum terumbu karang di perairan ini sudah mampu beradaptasi terhadap perubahan salinitas dan kekeruhan.
Berdasarkan hasil pengamatan menggunakkan metode manta taw dengan cara snorkeling di rataan karang di sekitar Tanjung Kandang Haur diketahui tutupan karang hidup sebesar 60%. Secara umum kondisi terumbu karangnya tergolong buruk menurut UNEP 1993. Umumnya penyebab kerusakan terumbu karang di perairan tersebut disebabkan oleh sedimentasi. Hal ini di indikasikan dengan adanya permukaan karang yang tertutup sedimen dan tumbunya alga bentik di permukaan karang yang mati. Selain itu, ditemukan permukaan karang yang mengalami pemutihan khususnya pada karang bercabang, karang bentuk bongkahan dan menghampar atau merayap. Peningkatan suhu permukaan laut dalam waktu lama berdampak pada simbiosis alga karang, yaitu alga zooxanthella. Untuk bertahan hidup hewan karang melepaskan zooxanthella dalam jumlah banyak sehingga karang kehilangan warnanya.
Berikut ini hasil dan pembahasan mengenai kondisi terumbu karang di perairan Sungai Dua Laut adalah sebagai berikut :
          Berdasarkan hasil dari pengamatan gambar 1 ditemukan kelompok karang yang termasuk golongan acropora sebesar 16%. Sedangkan untuk kelompok non acropora ditemukan sebesar 11%. Hal ini mengindikasikan relatif besar tekanan fisik perairan seperti arus dan gelombang di daerah ini. Perbedaan stasiun pengambilan data sangat memungkinkan terjadinya perbedaan yang di dapat, karena berbeda stasiun terkadang juga ada faktor-faktor tersendiri yang mempengaruhi kondisi lingkungan tersebut seperti jenis substrat, salinitas, pergerakan arus , pasang surut, dan kekeruhan. Adanya perbedaan tersebut juga akan menyebabkan variasi life form yang muncul juga akan berbeda-beda, perbedaan tersebut akan mengakibatkan perbedaan kedominanan suatu jenis life form di suatu stasiun.
          Berdasarkan hasil dari gambar 2 di temukan kelompok karang yang termasuk golongan acropora sebesar 42%. Sedangkan untuk golongan non acropora di temukan sebesar 30% dan dead coralnya ada 19%. Hal ini di sebabkan selain pengaruh sedimentasi, pengaruh aktivitas manusia juga ikut menyumbang tingkat kekeruhan di perairan tersebut.
 
Gambar 9. Kondisi Terumbu Karang Stasiun 3
          Berdasarkan hasil pengambilan data menggunakan metode manta taw dapat di lihat bahwa di stasiun 3 terdapat karang hidup dengan presentasi sebesar 60% dan karang mati 15%. Hal ini karena perairan di spot tersebut masih bagus dan tingkat sedimentasinya tidak cukup tinggi sehingga persentase karang hidup lebih tinggi dari pada persentase karang mati.
 
Gambar 10. Kondisi Terumbu Karang Stasiun 4
          Berdasarkan hasil pengambilan data terumbu karang di perairan Sungai Dua Laut menggunakan metode PIT (Point Intercept Transeckt) di dapat kelas acropora sebesar 18% dan kelas non acropora sebesar 34%. Hasil pengamatan yang telah diperoleh ternyata yang dominan kelas non-acropora lebih dominan dibanding kelas acropora, ini mengindikasikan relatif besar tekanan fisik perairan seperti arus dan gelombang di daerah ini. Karang memiliki bentuk pertumbuhan koloni yang berbeda-beda. Variasi tersebut bisa dipengaruhi oleh sifat karang itu sendiri, maupun kondisi lingkungan tempat dia tinggal. Beberapa pengaruh yang berasal dari kondisi habitat diantaranya adalah intensitas cahaya matahari, pergerarakan gelombang dan arus, ketersediaan nutrien, serta sedimentasi.
3.3.2 Jenis Karang
            Terumbu karang (coral reef) merupakan organisme yang hidup di dasar Lut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dan kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum cnidaria, kelas anthozoa, ordo madreporia = scleractinia) dengan sedikit tambahan dari algae berkapur dan organisme – organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat, yang mana termasuk hermatypic coral atau kerangka karang dari kalsium karbonat (Nybakken, 1992). Dari hasil pengamatan terumbu karang di Perairan Desa Sungai Dua Laut di dapat 7 spesies terumbu karang yaitu : Digitate, Branching, Tabulate, Mushroom, Sofe coral, non acropora branching dan Spoonge.

3.3.3 Biota Asosiasi
Terumbu karang merupakan ekosistem yang subur dan kaya akan makanan, struktur fisiknya yang rumit, bercabang-cabang, bergua-gua, dan berlorong-lorong membuat ekosistem ini habitat yang menarik bagi banyak jenis biota laut. Oleh sebab itu penghuni terumbu karang sangat beraneka ragam, baik yang berupa tumbuh-tumbuhan maupun biota, berikut adalah biota yang berada di terumbu karang di Perairan Sungai Dua Laut :
Bintang laut merupakan invertebrata yang termasuk filum echinodermata dari kelas asteroida. Ciri khas fisik bintang laut adalah bentuknya yang seperti bintang dengan lima lengan, beberapa memiliki lengan lebih dari lima. Bintang laut memiliki ukuran yang bervariasi dan beratnya bisa mencapai 5 kg. Salah satu biota terasosiasi di terumbu karang Desa Sungai Dua Laut ini adalah bintang laut atau starfish yang termasuk filum echinodermata. Yang hidup di sekitaran terumbu karang yang telah di amati.
Landak laut atau bulu babi adalah biota laut yang termasuk filum Echinodermata, kelas Echinoidea dan Echinoida order. Habitat hidupnya  di bagian dalam dari laut tetapi juga ditemukan di bagian dangkal. Mereka lebih memilih untuk tinggal di terumbu karang dan daerah yang lebih rentan terhadap gelombang pasang.

BAB IV. Upaya Pelestarian Ekosistem
4.1 Pelestarian Terumbu Karang
Peran serta masyarakat dalam  pelaksanaan atau perencanaan menjadi permasalahan yang sangat mendasar. Karena tanpa melibatkan masyarakat tentunya akan menimbulkan sebuah kendala dalam pelaksanaan. Mengingat keberlakuan suatu aturan atau kebijakan, tidak mungkin dapat diterapkan tanpa adanya peran serta masyarakat yang memang berkeinginan untuk melaksanakan apa yang menjadi isi dan makna pengaturan itu sendiri.
Aspirasi masyarakat  Sungai Dua Laut sangat kompak yaitu seperti terlihat di lokasi, masyarakat Sungai Dua Laut peduli akan kebersihan pesisir pantai, penanaman dan transplantasi terumbu karang. Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Sungai Dua Laut selalu begotong royong dalam menciptakan sebuah kekeluargaan yang erat terhadap lingkungan sekitar.
Potensi konflik kepentingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber-daya alam di pantai Sungai Dua Laut lumayan berpotensi, karena tempat penangkapan ikan mereka  mengahasilkan kepuasan ekonomi, dari hasil penangkapan ikan kembung, tongkol, rajungan, udang dsb. Dari uraian di atas pesisir Sungai Dua Laut  dapat di jadikan calon kawasan konservasi “Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis masyarakat”. Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis masyarakat merupakan salah satu strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu strategi ini dapat membawa efek positif secara ekologi dan dan sosial. Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal sangatlah tepat diterapkan di pesisir pantai Sungai Dua Laut, selain karena efeknya yang positif juga mengingat komunitas lokal di Kecamatan Sungai Loban, memiliki keterikatan yang kuat dengan daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan demi kebaikan daerahnya dan tidak sebaliknya.
Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai suatu upaya yang dimaksudkan untuk memfasilitasi/mendorong/membantu agar masyarakat pesisir Sungai Dua Laut mampu menentukan yang terbaik bagi mereka dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya  pesisir. Secara pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk menguatkan masyarakat dengan cara memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar menggali potensi dirinya dan berani bertindak untuk memperbaiki kualitas hidupnya salah satu cara untuk memperbaiki kualitas hidupnya diantaranya adalah melibatkan mereka untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan lahan pesisir. Partisipasi ini tidak hanya sekedar mendukung program-program pemerintah, tetapi sebagai kerjasama antara masyarakat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan program-program pembangunan, khususnya di lahan wilayah pesisir Sungai Dua Laut.
Tabel 3.  Keriteria Penentapan Kawasan Konservasi.
Kriteria Penetapan
Penilaian
Rendah
Sedang
Tinggi
Kriteria Ekologi



Terumbu Karang



Keanekaragaman Hayati

+  

Kealamiahan

+  

Keterkaitan Ekologis

 +    

Keterwakilan

+  

Keunikan

+  

Produktitas

+  

Daerah Ruaya

+  

Habitat Ikan:

+  

Khas/Unik/Langka/Endemik

+  

Dilindungi

+  

Daerah Pemijahan Ikan


+  
Daerah Asuhan


+  
Kriteria Sosial dan Budaya



Dukungan Masyarakat


+  
Potensi Konflik Kepentingan

    +

Potensi Ancaman

 +  

Kearifan Lokal
  
+

Adat-Istiadat

   
+
Kriteria Ekonomi



Nilai Penting Perikanan


+  
Potensi Rekreasi dan Pariwisata

   
+   
Estetika

+  

Kemudahan Mencapai Lokasi

+  

Diliahat dari kriteria penentuan kawasan konservasi laut, yang berdasarkan 3 kriteria yaitu kriteria ekologi, kriteria social dan budaya, dan kriteria ekonomi, termasuk dalam kategori sedang. Sehingga kawasan perairan Sungai Dua Laut dapat dijadikan kawasan perlindungan laut yang berbasis masyarakat.
Dengan sisitem zonasi tersebut sasaran konservasi diharapkan menjadi lebih bermakna, baik unutk perlindungan maupun pemanfaatan sumberdaya alam.   Walupun dalam pelaksanaannya dilapangan sering kali mengalami hambatan atau penyimpangan dari sasaran konservasi. Untuk menghindari kendala tersebut  perlu adanya strategi yang berupa.
·      Pengelolaan mintakat pemamfaatan dan menigkatkan penyangga.
Pengelolaan mintakat ini tetap dimanfaatkan sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan. Penyangga dalam hal ini bukan berarti bisa memanfaatkan sumberdaya yang ada menggunakan tanpa kendali, seperti penggunaan bahan beracun atau peledak. Pemanfaatan sumberdaya terumbu karang, seperti ikan karang dan ikan hias, perlu dicarikan atau dipilih alat tangkap yang ramah lingkungan.
·      Peningkatan kesadaran masyarakat.
Peningkatan kesadaran masyarakat ditujukan untuk meyakinkan kepada masyarakat panti, khususnya nelayan, akan manfaat jangka panjang dari perlindungan kawasan. Karenanya peran serta masyarakat perlu harus dipusatkan pada identifikasi, perancangan dan pelaksaan berbagai kemungkinan manfaat yang dapat diperoleh dari usaha perlindungan kawasan terumbu kaarang.
·      Peningkatan mutu pengelolaan
Mengenai pengelolaan kendala di atas dan juga kendala lain seperti belum intensifnya tingkat pengelolaan. Sehingga masih terjdainya penyimpangan dalam pemanfaatan sumberdaya alam pantai perlu perencanaan yang matang. Dan perlu adanya sisitem pengelolaan berbasis masyarakat, untuk berperan aktif dalam menjaga kelestarian alam. Untuk melestarikan sumberdaya ekosistem-ekosistem yang rusak perlu adanaya peremajaan atau penanman kembali.
·      Kepariwisatan
Taman Nasional Laut atau Taman Wisata Laut tidak dapat dipisahkan dengan kunjungan wisata. Panorama bahwa laut sangat memukau para wisata, terutama wisatawan asing. Kunjungan wisata tersebut dapat merupakan aset yang dapat menyumbangkan devisa negara, akan tetapai Faktor lingkungan harus tetap terjaga, terutama untuk Taman Nasional.
4.2. Cara Melestarikan Ekoisstem Laut
Ekosistem laut adalah salah satu ekosistem yang penting bagi manusia. Laut memiliki banyak manfaat bagi manusia. Melestarikan laut, akan berdampak pada keseimbangan ekosistem di bumi. Sama seperti di darat, ekosistem laut juga terdiri dari fauna dan flora. Semakin dalam, maka fauna dan flora yang ada di laut juga semakin berbeda. Perbedaan ini akibat adanya perbedaan tekanan bawah laut, serta intensitas cahaya matahari yang ada didalam laut. Sebagai bagian dari ekosistem bumi, menjaga kelestarian laut sangat di butuhkan. Karena laut juga sebagai salah satu sumber air, serta pengatur suhu di bumi. Cara melestarikan laut antara lain:
  1. Ikan adalah salah satu sumber protein bagi manusia. Menangkap ikan tidak boleh memakai bom atau pukat harimau, yang berpotensi merusak laut.
  2. Menghentikan eksplotasi laut. Dengan cara tidak melakukan penangkapan ikan secara berlebihan, dan hanya menangkap ikan dewasa sebagai konsumsi.
  3. Menjaga serta melestarikan ikan yang terancam punah, dengan menghentikan perburuan liar serta membudidayakan ikan yang terancam punah melalui cagar alam.
  4. Tidak membuang sampah di pantai. Pantai adalah daratan yang paling dekat dengan laut. Jika pantai kotor, akan berdampak pada kebersihan laut.
  5. Tidak menyentuh terumbu karang saat sedang menyelam di laut.
  6. Tidak membunuh hewan yang terancam punah di laut.
  7. Melakukan penanaman kembali terumbu karang.
  8. Melakukan hukuman berat kepada pabrik yang membuang limbahnya ke laut.
Melestarikan alam laut, bererti telah melestarikan setengah ekosistem di bumi. karena laut mewakili separuh dari seluruh daerah bumi. separuh bagian dari bumi lainnya adalah daratan. Dan daratan mewakili lingkungan tempat manusia tinggal. Adapun dengan cara sebagai berikut :
1. Cagar alam laut.
Barangkali perlu kita membuat peraturan bersama dengan masyarakat nelayan dan pesisir menyangkut cagar alam laut guna melindungi laut dan segala isinya, agar mereka berevolusi secara alamiah.
2. Suaka Alam laut.
Barangkali pula perlu membuat peraturan bersama dengan masyarakat nelayan dan pesisir atau kepulauan untuk suaka alam laut agar semua yang dilindungi dalam wilayah cagar alam mendapatkan perlindungan dari wilayah suaka alam, yang menjaga ekosistem di wilayah pantai atau pulau tertentu.
3. Zona Ekonomi Eksklusif.
Sumber daya alam di laut kini semakin menjadi rebutan antar bangsa dan negara, apa lagi di wilayah yang tidak jelas aturan hukumnya. Karena itu barangkali perlu dipertegas atau diproklamasikan secara mondial zona ekonomi eksklusif kita, agar daerah-daerah perbatasan dengan negara tetangga semakin jelas status yuridisnya dan dengan demikian terhindar dari masalah yang bisa muncul dari relasi dengan negara tertangga.
4. Pengembalian material dari pantai.
Seperti aturan pengambilan pasir, kerikil, karang, kima, hu-tan bakau. Bukan hanya soal larangan tapi pemanfaatannya dan pelestariannya yang mem-butuhkan aturan dan kerjasa-ma serta kesadaran partisipatif masyarakat, agar tidak ter-jadi pengrusakan, abrasii dll. Suatu aturan hukum yang bisa memberdayakan masyarakat yang membutuhkan material-material tersebut untuk pemenuhan kebutuhan kesejahteraan mereka sekaligus ada upaya pelestarian, pemeliharaan dan perlindungan. Hal ini dibutuhkan agar tidak terjadi pengurasan sumber-sumber alam laut, yang terdapat di laut maupun di dasar laut serta di pantai laut.
5. Persoalan Di Laut ternyata bersumber juga di darat.
Untuk melindungi lingkungan alam laut dibutuhkan upaya-upaya untuk mengatasi sedimentasi, sampah, tumpahan minyak, mengatasi erosi, serta eksplorasi dan eksploitasi daerah pesisir pantasi . Untuk itu perlu diimbau agar masyarakat semakin giatkan reboisasi atau reforestrasi di darat. Mencegah pengolahan lahan tidur secara serampang-an karena revitalisasi pertanian, yang makin menyebabkan erosi upaya menciptakan reboisasi, reforestrasi atau penghijauan, semuanya dimaksud untuk menciptakan ketahanan air, ketahanan pangan, sehingga tercipta daerah tahan longsor dan banjir.
6. Adanya Aquarium Samudra.
Di mana memperlihatkan kekayaan ikan di perairan laut kita, termasuk ikan-ikan pur-ba yang langka serta Hutan Wisata, yang terdiri dari berbagai jenis pohon di daeerah tropis ini, termasuk semua tanaman atau tumbuhan yang menjadi makanan pokok daerah ini. Keduanya bisa menjadi tempat tujuan wisata pada saat WOC dan Manado Kota Pariwisata Dunia. Akhirnya, bila kita kaji lebih jauh, maka benarlah bahwa persoalan lingkungan hidup, bukan hanya sekadar soal pencemaran, sampah dan upaya penanggulangannya secara teknis praktis. Tapi persoalan lingkungan adalah persoalan yang terkait erat dengan pandangan hidup, sikap dan prilaku manusia dalam hubungannya dengan alam. Kita berpendapat bahwa akar persoalan pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup alam laut, terdapat pada pandangan kita terhadap alam. Bila pandangan kita benar dan baik, maka sikap, prilaku dan tindakan kita terhadap alam juga benar dan baik. Barangkali kita perlu meluruskan pandangan kita. Kita mestinya memandang lingkungan alam atau bumi ini adalah sahabat kita. Bahkan sebagai ibu yang menghidupi kita. Sebagaimana seorang anak harus sayang, hormat, akrab dengan ibunya, kita semestinya harus hormat, akrab, sayang kepada alam atau bumi yang disebut ibu pertiwi itu. Demikian kita perlu kembali kepada solusi alam yang adalah ciptaan Tuhan, sahabat kita, bahkan ibu pertiwi kita. Tuhan menciptakannya untuk kita. Semuanya kita boleh ‘makan’, kecuali yang satu ini, yaitu kita tidak boleh ‘makan semuanya sampai habis’. Kita juga diciptakan bebas. Untuk itu kita harus memilih: ‘hidup kita di perut bumi, atau bumi di perut kita.’
 
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.  Kesimpulan
1.    Perairan Sungai Dua Laut dilihat dari kriteria ekologi, sosial dan budaya serta ekonomi pada ekosistem terumbu karang dan mangrove termasuk dalam kategori sedang. Sehingga kawasan tersebut dapat dijadikan daerah perlindungan laut (DPL).
2.    Pada ekosistem terumbu karaang terbagi atas dua zona, yaitu zona pariwisata dan zona rehabilitasi. Sedangkan pada ekosistem mangrove kawasan tersebut dapat dijadikan ekowisata.
3.   Dilihat dari kriteria penentuan kawasan konservasi laut, yang berdasarkan 3 kriteria yaitu kriteria ekologi, kriteria sosial dan budaya, dan kriteria ekonomi, termasuk dalam kategori sedang. Sehingga kawasan perairan Sungai Dua Laut dapat dijadikan kawasan perlindungan laut yang berbasis masyarakat.

4.2.  Saran
Sebelum pelaksanaan praktik lapang sebaiknya Dosen pengampu mata kuliah memberikan modul praktik agar dalam dalam pengambilan data serta penyusunan laporan dapat terstruktur dengan baik.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Metode Storet dan Metode IP (Indeks Pencemaran)

Pengertian Gelombang Dan Transformasi Gelombang

Penertian Arus Dan Sirkulasi Laut Dunia