contoh laporan konservasi sumberdaya hayati laut
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia yang merupakan
pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman
hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Tingginya keanekaragaman hayati
tersebut bukan hanya disebabkan oleh letak geografis yang sangat strategis
melainkan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti variasi iklim musiman,
arus atau massa air laut yang mempengaruhi massa air dari dua samudra, serta
keragaman tipe habitat dan ekosistem yang terdapat di dalamnya.
Namun demikian,
meningkatnya jumlah penduduk serta faktor-faktor ekonomi lain, menyebabkan
tekanan terhadap sumberdaya alam laut dan ekosistemnya semakin meningkat pula.
Hal tersebut semakin dipicu oleh kegiatan yang tidak mengacu pada
kriteria-kriteria pembangunan berwawasan lingkungan serta pemanfaatan
sumberdaya alam laut yang berlebihan. Oleh karenanya diperlukan upaya untuk
menanggulangi hal tersebut.
Salah
satu bentuk upaya tersebut adalah perlindungan sumberdaya alam yang dapat
dilakukan melalui konservasi dengan cara menyisihkan lokasi-lokasi yang
memiliki potensi keanekaragaman jenis biota laut, gejala alam dan keunikan,
serta ekosistemnya menjadi Kawasan Konservasi Laut (KKL). KKL tersebut pada
dasarnya merupakan gerbang terakhir perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan
sumberdaya kelautan dan ekosistemnya. Melalui cara tersebut diharapkan upaya
perlindungan secara lestari terhadap sistem penyangga kehidupan,
pengawetan sumber plasma nutfah dan
ekosistemnya serta pemanfaatan sumberdaya alam laut secara berkelanjutan dapat
terwujud (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006).
Perairan Sungai Dua Laut di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan
Selatan yang memiliki kekayaan alam biotanya termasuk ekosistem terumbu karang,
Lamun serta ekosistem mangrove. Sehingga Perairan Sungai Dua Laut memiliki
keragaman ekosistem, keragaman ekosistem tersebut menciptakan variasi habitat
dan relung kehidupan bagi beragam biota laut seperti kelompok ikan dan biota
lainnya., sehingga masyarakat yang berada di sekitar kawasan dapat menggunakan
dari ekosistem tersebut serta biotanya untuk kelangsungan hidup dan sebagai
sumber mata pencarian.
1.2. Maksud dan Tujuan
1.2.1. Maksud
Maksud dari kegiatan praktik lapang dan praktikum
ini bagi mahasiswa Ilmu Kelautan adalah untuk mengetahui kondisi sumberdaya
ekosistem pesisir di Perairan Sungai Dua Laut.
1.2.2. Tujuan
Adapun tujuan dari
kegiatan praktik lapang di Desa Sungai Dua Laut ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui potensi ekosistem atau karateristik di Desa Sungai Dua Laut.
2.
Untuk memberikan rekomendasi area
konservasi yang sesuai untuk daerah tanah bumbu.
BAB II. METODOLOGI
2.1
Waktu dan Tempat
Peraktikum
Konservasi Sumberdaya Hayati Laut ini dilaksanakan pada hari kamis 08 November s.d Minggu 11 November 2017 di Desa Sungai Dua
Laut Kecamatan Sungai Loban Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan.
Gambar
1. Peta Lokasi Praktek Lapang Desa Sungai Dua Laut
2.2 Alat dan Bahan
Adapun Alat dan Bahan yang digunakan
pada Praktikum Konservasi Sumberdaya Hayati ini adalah sebagai berikut :
Tabel
1. Alat dan Bahan
Alat
dan Bahan
|
Kegunaan
|
1.
Roll
meter
|
Sebagai transek
|
2.
Tali
rapia
|
Sebagai transek
|
3.
Buku
identifikasi mangrove
|
Untuk mengidentifikasi mangrove
|
4.
Alat
tulis
|
Untuk menulis data
|
5.
Kantong
sampel
|
Mengambil sampel
|
6.
GPS
|
Menyimpan posisi koordinat
|
7.
Buku
identifikasi terumbu karang
|
Untuk mengidentifikasi terumbu karang
|
8.
Buku
identifikasi lamun
|
Untuk mengidentifikasi lamun
|
9.
Pelampung
|
Sebagai tanda transek
|
10. Sepatu but
|
Alat bantu melindungi kaki
|
11. Alat selam SCUBA
|
Alat pernapasan bebas untuk berada bawah air dalam
waktu lama.
|
12. Camera underwater
|
Alat untuk mendokumentasi saat pengambilan data.
|
13. Spidol permanen
|
Untuk penanda sample
|
2.3.1
Mangrove
Berikut ini adalah prosedur kerja
yang di lakukan untuk pengambilan dan pengukuran Mangrove:
1. Untuk
pengambilan data ekosistem mangrove berlokasi di sebelah timur
lokasi praktek
2. Metode
yang digunakan adalah metode transek garis. Data yang diambil adalah pohon,
anakan, dan semai. Dari ketiga kategori di atas di ambil data-data seperti
jenis spesies dari mangrove tersebut, jumlah individu, diameter batang dan luas
bidang dasar.
3.
Hal pertama yang di lakukan adalah
membentangkan garis transek dengan menggunakan roll meter sepanjang 50 meter,
dengan posisi transek tegak lurus dengan garis pantai.
4. Dari
50 meter panjang transek di bagi menjadi 3 plot sebesar 10 x 10 meter, di dalam
plot 10 x 10 meter, terdapat plot 5 x 5 meter dan di dalamnya lagi terdapat
plot 2 x 2 meter
5. Ambil
juga data pendukung seperti, sampel daun, sampel substrat tanah, biota
berasosiasi di ekosistem mangrove dan lakukan marking dengan menggunakan GPS.
2.3.2 Lamun
Prosedur kerja yang di lakukan untuk
pengambilan data lamun adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan
alat selam SCUBA secara
baik dan benar.
2. Setelah masuk ke dalam air membentangkan transek kuadran
1 m x 1 m. kemudian;
3. Mengidentifikasi jenis dan banyaknya lamun di setiap plot
menggunakan buku identifikasi lamun.
4. Mencatat
posisi pengambilan sampel lamun
dari GPS, yang sebelumnya telah di marking.
5. Untuk mencari tutupan lamun di gunakan perhitungan dengan
memakai metode Mc. Kenzie.
2.3.3 Terumbu Karang
Prosedur kerja yang di lakukan untuk
pengambilan data terumbu karang adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan
alat selam SCUBA secara
baik dan benar.
2. Metode
yang digunakan untuk pengambilan data terumbu karang adalah dengan menggunakan
metode LIT (Line Intersect Transect),
PIT (Point Intercept Transeckt) dan
Manta Taw sebanyak 4 stasiun.
3.
Setelah masuk ke dalam air, langsung
bentangkan transek dengan menggunakan roll meter sepanjang 50 meter pada stasiun 1
sampai stasiun 4. Pencatatan
data yang dilakukan adalah semua jenis bentuk pertumbuhan terumbu karang yang
di lalui roll meter.
4. Mencatat
posisi pengambilan sampel terumbu karang dari GPS, yang sebelumnya telah di
marking.
2.4.1 Mangrove
Hasil
pengukuran lapangan diolah dengan menggunakan beberapa persamaan untuk mendapatkan
gambaran tentang dominansi jenis, kerapatan, frekuensi dan nilai penting dari masing-masing
tingkat pertumbuhan vegetasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Rumus-rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:
a.
Tingkat
Pancang dan Pohon
Dari hasil pengukuran
dan pengumpulan data pada vegetasi tingkat pancang dan pohon dilakukan perhitungan
Nilai Penting Jenis (NPJ), dimaksudkan untuk menentukan jenis mana yang paling
dominan. Nilai Penting Jenis diperoleh dari hasil penjumlahan antara Kerapatan
Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR) dari
masing-masing jenis. Perhitungan ini dilakukan dengan rumus yang dikemukakan
oleh Mueller- Dombois dan Ellenberg (1974) sebagai berikut :
• Kerapatan
Jumlah
individu suatu jenis
Kerapatan
Mutlak = Jumlah
individu suatu jenis
Luas petak contoh
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan
Relatif (%) (KR) = Jumlah individu suatu jenis x 100
Jumlah individu seluruh jenis
• Frekuensi
Frekuensi
Mutlak = Jumlah petak dari suatu jenis
yang hadir
Jumlah kehadiran suatu jenis
Frekuensi
Relatif (%) (FR) = Jumlah kehadiran suatu jenisx
100
Jumlah kehadiran seluruh jenis
• Dominansi
Domiansi Mutlak =
Jumlah total luas bidang
dasar suatu jenis
Luas petak
contoh
Dominansi Relatif (DR) =
Jumlah total luas bidang dasar suatu
jenis x 100
Jumlah total luas bidang dasar
seluruh jenis
Nilai Penting Jenis (NPJ %) = NPJ = KR + FR + DR
b. Tingkat Semai
Dari data hasil pengukuran vegetasi tingkat semai (jumlah
individu, frekuensi dan tinggi rata-rata) selanjutnya dianalisis untuk mencari
nilai dominansi jenisnya dengan Sum of Dominance Ratio (SDR) sesuai dengan
rumus yang dikemukakan oleh Numata (1958) yang dikutip Bratawinata (1988)
sebagai berikut :
• Ratio
Jumlah Individu
N’ = Jumlah
individu suatu jenis x 100
%
Jumlah individu terbanyak dari suatu jenis
• Ratio
Frekuensi
F’ = Jumlah
frekuensi suatu jenis x
100%
Jumlah frekuensi terbanyak dari suatu jenis
• Ratio
Tinggi Rata-rata
H’ = Tinggi
rata-rata dari suatu jenis x 100 %
Tinggi rata-rata tertinggi dari jenis lain
Sum
of Dominance Ratio :
SDR3
= N’ + F’ + H’
3
2.4.3 Lamun
Perhitungan
Persen Tutupan Lamun Perhitungan persen tutupan lamun berpedoman berdasarkan Seagrass Percentage Cover, (Mc. Kenzie,
2009). Standar persentase yang digunakan oleh organisasi SeagrassNet Worldwide Edition (Short, et al, 2006). Tutupan lamun
dalam kuadrat dibandingkan secara visual dengan panduan estimasi tutupan lamun
dari SegrassNet.
Perbandingan Persen Tutupan / Analisis
Data Data persentase tutupan lamun akan dibandingkan baik antar jenis maupun
jenis substratnya menggunakan Anova (Analysis
of Variance).
Variabel
terikat : persen tutupan lamun.
Variabel
bebas : tipe substrat
2.4.2
Terumbu Karang
Terhadap data primer tentang kondisi
terumbu karang diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan dengan
metode Line Intercept Transect.
Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan cara menghitungan Persentase
Penutupan (Percentcover) (UNEP, 1993), yaitu :
ni = li x 100 %
L
ni=
persentase penutupan karang hidup
li
= panjang karang berdasarkan bentuk pertumbuhan
L
= panjang transek garis
Menurut
Dahl (1978) dalam UNEP
(1993), Sukmara et.al. (2001) nilai
persentase penutupan, sebagai penduga
kondisi terumbu karang dapat dikategorikan
adalah :
a.
Kategori Sangat Jelek : 0 - 10 %
b.
Kategori Jelek : 11 - 30 %
c.
Kategori Sedang : 31 - 50 %
d.
Kategori Baik : 51 - 75 %
e.
Kategori Sangat Baik : 76 - 100 %)
Selanjutnya
hasil pengolahan data kondisi terumbu karang dan data sekunder tentang
parameter fisika dan kimia lingkungan dianalisis dan dibahas secara mendalam
dengan mengacu pada berbagai referensi dan litratur pustaka. Demikian juga terhadap
data primer dan sekunder dari variabel sosial dilakukan analisis dan dibahas
secara mendalam terhadap aspek-aspek kependudukan, pendidikan, mata
pencaharian, persepsi dan partisipasi.Sedangkan terkait dengan kebijakan
pengelolaan oleh pemerintah daerah selaku pemegang ortoritas kekuasaan di
tingkat kabupaten, kecamatan dan desa, analisa data dilakukan terhadap
penetapan status kawasan konservasi/ lindung, mekanisme/sistem pengelolaan dan
peraturan perundangan yang mengaturnya serta implementasi kebijakan (pengawasan
dan pengendalian).
BAB III. HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1
Ekosistem Mangrove
3.1.1 Komposisi
Jenis
Berdasarkan hasil kegiatan praktek lapang yang di
laksanakan di Desa Sungai Dua Laut diperoleh data mangrove yang heterogen.
Yaitu terdapat 6 jenis mangrove diantaranya Avicennia
marina, Avicenia alba, Sonneratia alba, Rhizophora mucronata, Avicennia
officialis dan Rhizophora apiculata. Yang
di dominansi oleh Avicennia officialis dan
Avicennia marina.
3.1.2
Distribusi
Mangrove
Mangrove adalah hutan tropis yang tumbuh di muara sungai
dan pantai yang memiliki ombak yang tenang, adanya endapan lumpur, banyaknya
curah hujan dan iklim yang tropis (Darmadi dan Ardhana, 2010). Supardjo
(2010) juga menambahkan bahwa hutan mangrove juga tipe hutan yang
khas terdapat disepanjang muara sungai atau pantai yang masih dipengaruhi oleh
pasang surut air laut.
Hutan mangrove dapat ditemukan di
pesisir pantai wilayah, terutama pada pantai yang landai, dangkal, terlindung
dari gelombang besar dan muara sungai. di pesisir pantai Sungai Dua Laut memiliki
pantai yang landai dan jenis tanah yang di hidupi mangrove berlumpur dan
berlempung dan jenis mangrove yang tumbuh ada 6 spesies yang
di dominansi oleh Avicennia officialis dan
Avicennia marina.
3.1.3 Indeks Nilai Penting
Kondisi hutan mangrove di
Desa Sungai Dua Laut masih tergolong alami, karena tidak adanya aktivitas
manusia yang merusak ekosistem mangrove di Desa tersebut. Indeks Nilai Penting
(INP) merupakan nilai yang dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh atau peranan
suatu jenis vegetasi mangrove dalam suatu komunitas mangrove (Bengen, 2002).
Baik maupun tidak kondisi mangrove dan seberapa besar perannya dalam suatu
komunitas mangrove, dapat dilihat dari nilai yang dapat ditunjukkannya. Untuk
mengetahui kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan INP (Indeks Nilai Penting)
dari ekosistem mangrove di Desa Sungai Dua Laut maka dilakukan perhitungan
berdasarkan analisis data, dan hasilnya sebagai berikut :
Tabel
2. Kerapatan
relatif, Frekuensi relatif dan INP Ekosistem Mangrove pada Tingkat Pohon di Desa Sungai Dua Laut
No
|
Jenis Mangrove
|
Frekuensi Relatif/Rfi (%)
|
Kerapatan Relatif/Rdi (%)
|
INP
|
1
|
Avicennia marina
|
25
|
34.09
|
83.71
|
2
|
Avicenia alba
|
12.5
|
6.82
|
27.05
|
3
|
Sonneratia alba
|
18.75
|
11.36
|
33.9
|
4
|
Rhizophora mucronata
|
6.25
|
9.09
|
22.85
|
5
|
Avicennia officialis
|
25
|
27.27
|
100.31
|
6
|
Rhizophora apiculata
|
12.5
|
11.36
|
27.72
|
|
|
100
|
100
|
295.54
|
Berdasarkan Tabel 2. hasil pengamatan mangrove di Desa
Sungai Dua laut diatas dapat diketahui bahwa frekuensi relatif dan kerapatan
relatif tertinggi ekosistem mangrove di Desa Sungai Dua Laut pada tingkat pohon
di dominasi oleh jenis mangrove Sonneratia alba dengan
nilai frekuensi relatifnya 18,75 ind/m2 dan kerapatan relatif 11,36 ind/m2
sedangkan yang terendah yaitu jenis mangrove Avicenia alba dengan
nilai 12,5 ind/m2 dengan kerapatan relatifnya 6,82 ind/m2 .
Transek pengamatan terletak di bantaran sungai mengarah ke bagian daratan.
3.1.3
Struktur Komunitas
Ekosistem mangrove terdiri atas himpunan jenis
tumbuhan lainnya dari suku tumbuhan lain yang berbeda-beda. Setiap jenis
mangrove memiliki frekuensi pemunculan yang berbeda. Selama praktek lapang di
Desa Sungai Dua Laut di temukan 6 jenis mangrove. Kondisi hutan mangrove di
lokasi praktek dapat di lihat pada gambar di bawah ini .
Rhizophora
apiculata
Avicennia marina
|
Avicenia alba
Avicennia marina
|
Rhizophora
apiculata
Avicennia marina
|
Avicennia marina Avicennia
marina
|
Penyebaran jenis mangrove
di pengaruhi oleh jenis pasang surut, Watson (1928) mengemukakan adanya
korelasi antara jenis-jenis dengan tinggi pasang dan lamanya tempat digenangi
air, terdapat lima kelas genangan, Pantai Sungai Dua Laut termasuk dalam Kelas
3 merupakan tempat digenangi oleh pasang rata-rata (Normal high tides). Tempat
ini mencakup sebagian besar hutan mangrove yang ditumbuhi oleh Avicennia marina, Sonneratia alba dan Rhizophora apiculata.
Dalam hal struktur zonasi
pertumbuhan mangrove, menurut Noor et. al (1999), terbagi dalam 4 zona, yaitu;
mangrove terbuka, mangrove tengah, mangrove payau dan mangrove darat. Pada saat
pengembilan data mangrove terletak pada zona mangrove tengah, untuk zona
mangrove tengah, yaitu berada di belakang mangrove terbuka, didominasi oleh
jenis Avicennia marina
sesuai dengan hasil pengamatan.
Dari hasil pengamatan Avicennia marina memiliki kerapatan
dan kerapatan relatif tertinggi di pantai Sungai Dua Laut, karena Kondisi
substrat di lokasi pengamatan bervariasi antara tanah berpasir, pasir dan
lumpur. Untuk jenis Avicennia marina dominan berada di substrat berpasir.
3.2
Lamun
3.2.1 Komposisi Jenis
Berdasarkan hasil kegiatan praktek lapang di Desa Sungai Dua laut dapat
di peroleh 3 jenis lamun di antaranya adalah Halophila ovalis, Halodule Uninervis dan Halodule pinifolia. Yang di dominansi
dengan jenis lamun Halodule Univervis. Halodule
Uninervis adalah lamun serabut dan salah satu spesies lamun di perairan
indonesia. Spesies ini memiliki karakteristik tulang daun tidak lebih dari
tiga, daun selalu berakhir pada tiga titik yang jelas pada ujung daun, ciri
khas pada spesies ini adalah ujung daun seperti trisula, bagian tengah tulang
daun yang hitam biasanya mudah robek menjadi dua pada ujungnya.Halodule uninervis memiliki ujung daun yang berbentuk gelombang
menyerupai huruf W, jarak antara nodus + 2 cm, dan rimpangnya
berbuku-buku. Setiap nodusnya berakar tunggal, banyak dan tidak bercabang.
Selain itu juga setiap nodusnya hanya terdiri dari satu tegakan, dan tiap
tangkai daun terdiri dari 1 sampai 2 helaian daun (Nontji, A.2013). Dari beberapa jenis yang ada di Indonesia,
terdapat jenis lamun kayu (Halodule uninervis )
yang penyebarannya sangat terbatas dan terutama di wilayah timur perairan
Indonesia, kecuali juga ditemukan di daerah terumbu tepi di kepulauan Riau.
Jenis-jenis lamun tersebut membentuk padang lamun baik yang bersifat padang
lamun monospesifik maupun padang lamun campuran yang luasnya diperkirakan
mencapai 30.000 km2 (Kasim, M. 2012).
3.2.2 Distribusi Lamun
Padang lamun yang tersebar luas di perairan dangkal merupakan ekosistem
bahari sangat produktif dan berperan penting dalam kehidupan tetapi sering kali
kurang mendapat perhatian. Menurut Fortes (1994) in Warasti (2009), kondisi
ekosistem padang lamun di perairan indonesia telah mengalami kerusakan sekitar
30 – 40%. Adapun kerusakan tersebut antara lain di sebabkan oleh pengembangan wilayah,
penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dan pencemaran. Kerusakan akan
berdampak pada keanekaragaman dan juga perubahan luasan (zonasi).
Dari hasil pengukuran
lapangan Desa Sungai Dua Laut di temukan 3 jenis lamun yang tersebut di 3
stasiun atau lokasi pengamatan, yaitu : Halophila
Ovalis, Halodule Uninervis dan Halodule pinifolia. Adapun jenis yang ditemukan pada perairan
Sungai Dua Laut di dominansi oleh jenis Halodule Uninervis dan Halophila
Ovalis yang tersebar merata hampir di setiap stasiun. Ini menggambarkan
tingkat keanekaragaman di Perairan Desa Sungai Dua Laut rendah karena (3 dari
13 jenis lamun yang telah di temukan di indonesia) meskipun memiliki 3 dari 13
jenis lamun yang ada di indonesia, pertumbuhan lamun di Perairan Sungai Dua
Laut juga bagus dan subur.
3.2.3 Persentasi Tutupan
Berdasarkan hasil
pengambilan data Lamun di Perairan Sungai Dua Laut di spot Penyulingan dapat di
lihat di gambar 2 ada dua jenis lamun yang berbeda yaitu : Halophila Ovalis dan Halodule
Uninervis. Persentase dominan di dapat oleh jenis lamun Halophila Ovalis dengan persentase 19 %
dan persentase jenis lamun rendah yaitu Halodule
Uninervis dengan persentase 16%.
Gambar 4. Tutupan Lamun Stasiun 2
Berdasarkan hasil
pengambilan data di Perairan Sungai Dua Laut dapat di lihat di gambar 3.
Persentase terbesar lamun anugrah dengan persentase 62% terdapat di jenis lamun
Halodule Uninervis dan persentase
jenis lamun terendah yaitu Halophila
Ovalis dengan persentase 49%.
Gambar 5. Tutupan Lamun Stasiun 3
Berdasarkan hasil
pengambilan data di Perairan Sungai Dua Laut spot katoang dapat di lihat di
gambar 4 bahwa persentasi dominan dengan spesies lamun Halodule Uninervis dengan persentase 17% dan persentase jenis lamun
terendah 5% dengan jenis lamun Halodule
pinifolia.
Berdasarkan hasil
pengambilan data tutupan lamun di stasiun 1-3 dapat di lihat pada gambar 5.
Tutupan lamun yang terendah adalah jenis lamun Halodule pinifolia dengan persentase 5% dan tutupan lamun sedang
jenis lamun Halophila Ovalis dengan
persentase 68% dan tutupan lamun dominan adalah jenis lamun Halodule Uninervis dengan persentase
95%. Jenis lamun Halodule Uninervis ini dikenal mampu mentoleransi keadaan
ekstrim sekalipun. Lamun ini dapat tumbuh pada rentang salinitas 38-70 ppt dan
suhu 10-39 derajat Celsius. Lamun ini juga dikenal mampu hidup hingga kedalaman
30 meter. Lamun yang juga disebut sebagai Needle seagrass dalam
Bahasa Inggris ini, mempunyai daun sepanjang 6-15 cm dan lebar sekitar 0.25-3.5
mm. Lamun ini dapat dijumpai di hampir seluruh perairan di Indonesia.
3.3 Terumbu Karang
3.3.1 Kondisi Tutupan
Terumbu karang yang berada di perairan Sungai Dua Laut hingga
Tanjung Kandang Haur termasuk tipe karang gosong/taka (patch reef). Terumbu karang tipe
ini tumbuh dan berkembang terpisah dari pantai. Beberapa diantaranya ada
yang muncul ke permukaan berupa paparang karang atau juga gosong pasir pada
saat kondisi surut terendah, sementara yang lainnya tenggelam atau tidak
terlihat pada saat surut terendah tersebut.
Terumbu karang di perairan ini sangat dipengaruhi oleh masukan air
tawar dari muara sungai yang berada di pesisir Tanah Bumbu, hal ini dapat mudah
diamati dari atas kapal ketika musim teduh yaitu pada saat musim peralihan.
Secara umum terumbu karang di perairan ini sudah mampu beradaptasi terhadap
perubahan salinitas dan kekeruhan.
Berdasarkan hasil pengamatan menggunakkan metode manta taw dengan
cara snorkeling di rataan karang di
sekitar Tanjung Kandang Haur diketahui tutupan karang hidup sebesar 60%. Secara
umum kondisi terumbu karangnya tergolong buruk menurut UNEP 1993. Umumnya
penyebab kerusakan terumbu karang di perairan tersebut disebabkan oleh
sedimentasi. Hal ini di indikasikan dengan adanya permukaan karang yang
tertutup sedimen dan tumbunya alga bentik di permukaan karang yang mati. Selain
itu, ditemukan permukaan karang yang mengalami pemutihan khususnya pada karang
bercabang, karang bentuk bongkahan dan menghampar atau merayap. Peningkatan
suhu permukaan laut dalam waktu lama berdampak pada simbiosis alga karang,
yaitu alga zooxanthella. Untuk
bertahan hidup hewan karang melepaskan zooxanthella
dalam jumlah banyak sehingga karang kehilangan warnanya.
Berikut ini hasil dan pembahasan mengenai kondisi terumbu karang
di perairan Sungai Dua Laut adalah sebagai berikut :
Gambar 7. Kondisi Terumbu Karang Stasiun 1
Berdasarkan hasil dari pengamatan
gambar 1 ditemukan kelompok karang yang termasuk golongan acropora sebesar 16%.
Sedangkan untuk kelompok non acropora ditemukan sebesar 11%. Hal ini mengindikasikan relatif besar
tekanan fisik perairan seperti arus dan gelombang di daerah ini. Perbedaan stasiun pengambilan data sangat
memungkinkan terjadinya perbedaan yang di dapat, karena berbeda stasiun
terkadang juga ada faktor-faktor tersendiri yang mempengaruhi kondisi
lingkungan tersebut seperti jenis substrat, salinitas, pergerakan arus , pasang
surut, dan kekeruhan. Adanya perbedaan tersebut juga akan menyebabkan variasi life
form yang muncul juga akan berbeda-beda, perbedaan tersebut akan
mengakibatkan perbedaan kedominanan suatu jenis life form di suatu
stasiun.
Berdasarkan hasil dari gambar 2 di temukan kelompok karang
yang termasuk golongan acropora sebesar 42%. Sedangkan untuk golongan non
acropora di temukan sebesar 30% dan dead coralnya ada 19%. Hal ini di sebabkan
selain pengaruh sedimentasi, pengaruh aktivitas manusia juga ikut menyumbang
tingkat kekeruhan di perairan tersebut.
Gambar 9. Kondisi
Terumbu Karang Stasiun 3
Berdasarkan hasil pengambilan data
menggunakan metode manta taw dapat di lihat bahwa di stasiun 3 terdapat karang
hidup dengan presentasi sebesar 60% dan karang mati 15%. Hal ini karena
perairan di spot tersebut masih bagus dan tingkat sedimentasinya tidak cukup
tinggi sehingga persentase karang hidup lebih tinggi dari pada persentase
karang mati.
Gambar 10. Kondisi
Terumbu Karang Stasiun 4
Berdasarkan hasil pengambilan data terumbu karang di
perairan Sungai Dua Laut menggunakan metode PIT (Point Intercept Transeckt) di dapat kelas acropora sebesar
18% dan kelas non acropora sebesar 34%. Hasil pengamatan yang telah diperoleh
ternyata yang dominan kelas non-acropora lebih dominan dibanding kelas
acropora, ini mengindikasikan relatif besar tekanan fisik perairan seperti arus
dan gelombang di daerah ini. Karang memiliki bentuk pertumbuhan koloni
yang berbeda-beda. Variasi tersebut bisa dipengaruhi oleh sifat karang itu
sendiri, maupun kondisi lingkungan tempat dia tinggal. Beberapa pengaruh yang
berasal dari kondisi habitat diantaranya adalah intensitas cahaya matahari,
pergerarakan gelombang dan arus, ketersediaan nutrien, serta sedimentasi.
3.3.2 Jenis Karang
Terumbu karang (coral reef) merupakan organisme yang hidup di dasar Lut dangkal
terutama di daerah tropis. Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting
dan kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum cnidaria, kelas anthozoa, ordo madreporia = scleractinia)
dengan sedikit tambahan dari algae berkapur dan organisme – organisme lain yang
mengeluarkan kalsium karbonat, yang mana termasuk hermatypic coral atau kerangka karang dari kalsium karbonat
(Nybakken, 1992). Dari hasil pengamatan terumbu karang di Perairan Desa Sungai
Dua Laut di dapat 7 spesies terumbu karang yaitu : Digitate, Branching, Tabulate, Mushroom, Sofe coral, non acropora
branching dan Spoonge.
3.3.3 Biota Asosiasi
Terumbu karang merupakan
ekosistem yang subur dan kaya akan makanan, struktur fisiknya yang rumit,
bercabang-cabang, bergua-gua, dan berlorong-lorong membuat ekosistem ini
habitat yang menarik bagi banyak jenis biota laut. Oleh sebab itu penghuni
terumbu karang sangat beraneka ragam, baik yang berupa tumbuh-tumbuhan maupun biota,
berikut adalah biota yang berada di terumbu karang di Perairan Sungai Dua Laut
:
Bintang laut merupakan invertebrata yang termasuk filum echinodermata dari kelas asteroida. Ciri khas fisik bintang
laut adalah bentuknya yang seperti bintang dengan lima lengan, beberapa
memiliki lengan lebih dari lima. Bintang laut memiliki ukuran yang bervariasi
dan beratnya bisa mencapai 5 kg. Salah satu biota terasosiasi di terumbu karang
Desa Sungai Dua Laut ini adalah bintang laut atau starfish yang termasuk filum
echinodermata. Yang hidup di sekitaran terumbu karang yang telah di amati.
Landak laut atau bulu babi adalah biota laut yang termasuk filum Echinodermata, kelas Echinoidea dan Echinoida order. Habitat hidupnya di bagian dalam dari laut tetapi juga
ditemukan di bagian dangkal. Mereka lebih memilih untuk tinggal di terumbu
karang dan daerah yang lebih rentan terhadap gelombang pasang.
BAB IV. Upaya Pelestarian Ekosistem
4.1 Pelestarian Terumbu Karang
Peran serta masyarakat
dalam pelaksanaan atau perencanaan
menjadi permasalahan yang sangat mendasar. Karena tanpa melibatkan masyarakat
tentunya akan menimbulkan sebuah kendala dalam pelaksanaan. Mengingat
keberlakuan suatu aturan atau kebijakan, tidak mungkin dapat diterapkan tanpa
adanya peran serta masyarakat yang memang berkeinginan untuk melaksanakan apa
yang menjadi isi dan makna pengaturan itu sendiri.
Aspirasi masyarakat Sungai Dua Laut sangat kompak yaitu seperti
terlihat di lokasi, masyarakat Sungai Dua Laut peduli akan kebersihan pesisir
pantai, penanaman dan transplantasi terumbu karang. Hal tersebut membuktikan
bahwa masyarakat Sungai Dua Laut selalu begotong royong dalam menciptakan
sebuah kekeluargaan yang erat terhadap lingkungan sekitar.
Potensi konflik
kepentingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber-daya alam di pantai Sungai
Dua Laut lumayan berpotensi, karena tempat penangkapan ikan mereka mengahasilkan kepuasan ekonomi, dari hasil
penangkapan ikan kembung, tongkol, rajungan, udang dsb. Dari uraian di atas
pesisir Sungai Dua Laut dapat di jadikan
calon kawasan konservasi “Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis masyarakat”.
Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis masyarakat merupakan salah satu
strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu strategi ini dapat
membawa efek positif secara ekologi dan dan sosial. Pengelolaan sumberdaya alam
khususnya sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal sangatlah tepat
diterapkan di pesisir pantai Sungai Dua Laut, selain karena efeknya yang
positif juga mengingat komunitas lokal di Kecamatan Sungai Loban, memiliki
keterikatan yang kuat dengan daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan akan
diusahakan demi kebaikan daerahnya dan tidak sebaliknya.
Pemberdayaan masyarakat
diartikan sebagai suatu upaya yang dimaksudkan untuk memfasilitasi/mendorong/membantu
agar masyarakat pesisir Sungai Dua Laut mampu menentukan yang terbaik bagi
mereka dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya pesisir. Secara
pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk menguatkan masyarakat dengan
cara memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar menggali potensi
dirinya dan berani bertindak untuk memperbaiki kualitas hidupnya salah satu
cara untuk memperbaiki kualitas hidupnya diantaranya adalah melibatkan mereka
untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan lahan pesisir. Partisipasi ini
tidak hanya sekedar mendukung program-program pemerintah, tetapi sebagai
kerjasama antara masyarakat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan,
melestarikan dan mengembangkan program-program pembangunan, khususnya di lahan
wilayah pesisir Sungai Dua Laut.
Tabel 3.
Keriteria Penentapan Kawasan Konservasi.
Kriteria Penetapan
|
Penilaian
|
||
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
|
Kriteria Ekologi
|
|||
Terumbu Karang
|
|||
Keanekaragaman Hayati
|
+
|
||
Kealamiahan
|
+
|
||
Keterkaitan Ekologis
|
+
|
||
Keterwakilan
|
+
|
||
Keunikan
|
+
|
||
Produktitas
|
+
|
||
Daerah Ruaya
|
+
|
||
Habitat Ikan:
|
+
|
||
Khas/Unik/Langka/Endemik
|
+
|
||
Dilindungi
|
+
|
||
Daerah Pemijahan Ikan
|
+
|
||
Daerah Asuhan
|
+
|
||
Kriteria Sosial dan
Budaya
|
|||
Dukungan Masyarakat
|
+
|
||
Potensi Konflik Kepentingan
|
+
|
||
Potensi Ancaman
|
+
|
||
Kearifan Lokal
|
|
+
|
|
Adat-Istiadat
|
|
+
|
|
Kriteria Ekonomi
|
|||
Nilai Penting Perikanan
|
+
|
||
Potensi Rekreasi dan Pariwisata
|
|
+
|
|
Estetika
|
+
|
||
Kemudahan Mencapai Lokasi
|
|
+
|
|
Diliahat dari kriteria
penentuan kawasan konservasi laut, yang berdasarkan 3 kriteria yaitu kriteria
ekologi, kriteria social dan budaya, dan kriteria ekonomi, termasuk dalam
kategori sedang. Sehingga kawasan perairan Sungai Dua Laut dapat dijadikan
kawasan perlindungan laut yang berbasis masyarakat.
Dengan sisitem zonasi
tersebut sasaran konservasi diharapkan menjadi lebih bermakna, baik unutk perlindungan
maupun pemanfaatan sumberdaya alam.
Walupun dalam pelaksanaannya dilapangan sering kali mengalami hambatan
atau penyimpangan dari sasaran konservasi. Untuk menghindari kendala tersebut perlu adanya strategi yang berupa.
· Pengelolaan
mintakat pemamfaatan dan menigkatkan penyangga.
Pengelolaan mintakat ini
tetap dimanfaatkan sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan. Penyangga dalam
hal ini bukan berarti bisa memanfaatkan sumberdaya yang ada menggunakan tanpa
kendali, seperti penggunaan bahan beracun atau peledak. Pemanfaatan sumberdaya
terumbu karang, seperti ikan karang dan ikan hias, perlu dicarikan atau dipilih
alat tangkap yang ramah lingkungan.
· Peningkatan
kesadaran masyarakat.
Peningkatan kesadaran
masyarakat ditujukan untuk meyakinkan kepada masyarakat panti, khususnya
nelayan, akan manfaat jangka panjang dari perlindungan kawasan. Karenanya peran
serta masyarakat perlu harus dipusatkan pada identifikasi, perancangan dan
pelaksaan berbagai kemungkinan manfaat yang dapat diperoleh dari usaha
perlindungan kawasan terumbu kaarang.
· Peningkatan
mutu pengelolaan
Mengenai pengelolaan
kendala di atas dan juga kendala lain seperti belum intensifnya tingkat
pengelolaan. Sehingga masih terjdainya penyimpangan dalam pemanfaatan
sumberdaya alam pantai perlu perencanaan yang matang. Dan perlu adanya sisitem
pengelolaan berbasis masyarakat, untuk berperan aktif dalam menjaga kelestarian
alam. Untuk melestarikan sumberdaya ekosistem-ekosistem yang rusak perlu
adanaya peremajaan atau penanman kembali.
· Kepariwisatan
Taman Nasional Laut atau
Taman Wisata Laut tidak dapat dipisahkan dengan kunjungan wisata. Panorama
bahwa laut sangat memukau para wisata, terutama wisatawan asing. Kunjungan
wisata tersebut dapat merupakan aset yang dapat menyumbangkan devisa negara,
akan tetapai Faktor lingkungan harus tetap terjaga, terutama untuk Taman
Nasional.
4.2. Cara Melestarikan Ekoisstem Laut
Ekosistem laut adalah salah satu
ekosistem yang penting bagi manusia. Laut memiliki banyak manfaat bagi manusia.
Melestarikan laut, akan berdampak pada keseimbangan ekosistem di bumi. Sama
seperti di darat, ekosistem laut juga terdiri dari fauna dan flora. Semakin dalam, maka fauna dan flora
yang ada di laut juga semakin berbeda. Perbedaan ini akibat adanya perbedaan
tekanan bawah laut, serta intensitas cahaya matahari yang ada didalam laut.
Sebagai bagian dari ekosistem bumi, menjaga kelestarian laut sangat di
butuhkan. Karena laut juga sebagai salah satu sumber air, serta pengatur suhu
di bumi. Cara melestarikan laut antara lain:
- Ikan adalah salah satu sumber protein bagi manusia. Menangkap ikan tidak boleh memakai bom atau pukat harimau, yang berpotensi merusak laut.
- Menghentikan eksplotasi laut. Dengan cara tidak melakukan penangkapan ikan secara berlebihan, dan hanya menangkap ikan dewasa sebagai konsumsi.
- Menjaga serta melestarikan ikan yang terancam punah, dengan menghentikan perburuan liar serta membudidayakan ikan yang terancam punah melalui cagar alam.
- Tidak membuang sampah di pantai. Pantai adalah daratan yang paling dekat dengan laut. Jika pantai kotor, akan berdampak pada kebersihan laut.
- Tidak menyentuh terumbu karang saat sedang menyelam di laut.
- Tidak membunuh hewan yang terancam punah di laut.
- Melakukan penanaman kembali terumbu karang.
- Melakukan hukuman berat kepada pabrik yang membuang limbahnya ke laut.
Melestarikan alam laut,
bererti telah melestarikan setengah ekosistem di bumi. karena laut mewakili
separuh dari seluruh daerah bumi. separuh bagian dari bumi lainnya adalah
daratan. Dan daratan mewakili lingkungan tempat manusia tinggal. Adapun dengan
cara sebagai berikut :
1.
Cagar alam laut.
Barangkali perlu kita membuat peraturan bersama
dengan masyarakat nelayan dan pesisir menyangkut cagar alam laut guna
melindungi laut dan segala isinya, agar mereka berevolusi secara alamiah.
2.
Suaka Alam laut.
Barangkali pula perlu membuat peraturan bersama
dengan masyarakat nelayan dan pesisir atau kepulauan untuk suaka alam laut agar
semua yang dilindungi dalam wilayah cagar alam mendapatkan perlindungan dari
wilayah suaka alam, yang menjaga ekosistem di wilayah pantai atau pulau
tertentu.
3.
Zona Ekonomi Eksklusif.
Sumber daya alam di laut kini semakin menjadi
rebutan antar bangsa dan negara, apa lagi di wilayah yang tidak jelas aturan
hukumnya. Karena itu barangkali perlu dipertegas atau diproklamasikan secara
mondial zona ekonomi eksklusif kita, agar daerah-daerah perbatasan dengan
negara tetangga semakin jelas status yuridisnya dan dengan demikian terhindar
dari masalah yang bisa muncul dari relasi dengan negara tertangga.
4.
Pengembalian material dari pantai.
Seperti aturan pengambilan pasir, kerikil, karang,
kima, hu-tan bakau. Bukan hanya soal larangan tapi pemanfaatannya dan
pelestariannya yang mem-butuhkan aturan dan kerjasa-ma serta kesadaran
partisipatif masyarakat, agar tidak ter-jadi pengrusakan, abrasii dll. Suatu
aturan hukum yang bisa memberdayakan masyarakat yang membutuhkan
material-material tersebut untuk pemenuhan kebutuhan kesejahteraan mereka
sekaligus ada upaya pelestarian, pemeliharaan dan perlindungan. Hal ini
dibutuhkan agar tidak terjadi pengurasan sumber-sumber alam laut, yang terdapat
di laut maupun di dasar laut serta di pantai laut.
5.
Persoalan Di Laut ternyata bersumber juga di darat.
Untuk melindungi lingkungan alam laut dibutuhkan
upaya-upaya untuk mengatasi sedimentasi, sampah, tumpahan minyak, mengatasi
erosi, serta eksplorasi dan eksploitasi daerah pesisir pantasi . Untuk itu
perlu diimbau agar masyarakat semakin giatkan reboisasi atau reforestrasi di
darat. Mencegah pengolahan lahan tidur secara serampang-an karena revitalisasi
pertanian, yang makin menyebabkan erosi upaya menciptakan reboisasi,
reforestrasi atau penghijauan, semuanya dimaksud untuk menciptakan ketahanan
air, ketahanan pangan, sehingga tercipta daerah tahan longsor dan banjir.
6.
Adanya Aquarium Samudra.
Di mana memperlihatkan kekayaan ikan di perairan
laut kita, termasuk ikan-ikan pur-ba yang langka serta Hutan Wisata, yang terdiri
dari berbagai jenis pohon di daeerah tropis ini, termasuk semua tanaman atau
tumbuhan yang menjadi makanan pokok daerah ini. Keduanya bisa menjadi tempat
tujuan wisata pada saat WOC dan Manado Kota Pariwisata Dunia. Akhirnya, bila
kita kaji lebih jauh, maka benarlah bahwa persoalan lingkungan hidup, bukan
hanya sekadar soal pencemaran, sampah dan upaya penanggulangannya secara teknis
praktis. Tapi persoalan lingkungan adalah persoalan yang terkait erat dengan
pandangan hidup, sikap dan prilaku manusia dalam hubungannya dengan alam. Kita
berpendapat bahwa akar persoalan pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup
alam laut, terdapat pada pandangan kita terhadap alam. Bila pandangan kita
benar dan baik, maka sikap, prilaku dan tindakan kita terhadap alam juga benar
dan baik. Barangkali kita perlu meluruskan pandangan kita. Kita mestinya
memandang lingkungan alam atau bumi ini adalah sahabat kita. Bahkan sebagai ibu
yang menghidupi kita. Sebagaimana seorang anak harus sayang, hormat, akrab
dengan ibunya, kita semestinya harus hormat, akrab, sayang kepada alam atau
bumi yang disebut ibu pertiwi itu. Demikian kita perlu kembali kepada solusi
alam yang adalah ciptaan Tuhan, sahabat kita, bahkan ibu pertiwi kita. Tuhan
menciptakannya untuk kita. Semuanya kita boleh ‘makan’, kecuali yang satu ini,
yaitu kita tidak boleh ‘makan semuanya sampai habis’. Kita juga diciptakan
bebas. Untuk itu kita harus memilih: ‘hidup kita di perut bumi, atau bumi di
perut kita.’
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
1.
Perairan Sungai Dua Laut dilihat dari kriteria ekologi,
sosial dan budaya serta ekonomi pada ekosistem terumbu karang dan mangrove
termasuk dalam kategori sedang. Sehingga kawasan tersebut dapat dijadikan
daerah perlindungan laut (DPL).
2.
Pada ekosistem terumbu karaang terbagi atas dua zona,
yaitu zona pariwisata dan zona rehabilitasi. Sedangkan pada ekosistem mangrove
kawasan tersebut dapat dijadikan ekowisata.
3. Dilihat
dari kriteria penentuan kawasan konservasi laut, yang berdasarkan 3 kriteria
yaitu kriteria ekologi, kriteria sosial
dan budaya, dan kriteria
ekonomi, termasuk dalam kategori sedang. Sehingga
kawasan perairan Sungai Dua Laut dapat dijadikan kawasan perlindungan laut yang
berbasis masyarakat.
4.2. Saran
Sebelum pelaksanaan
praktik lapang sebaiknya Dosen pengampu mata kuliah memberikan modul praktik
agar dalam dalam pengambilan data serta penyusunan laporan dapat terstruktur
dengan baik.
Komentar
Posting Komentar